Langsung ke konten utama

Salam Takzim Buat Cikgu




“Assalamu’alaikum. Selamat pagi anak-anak, apa kabar?”
Setiap pagi pak guru menyapa penuh keramahan anak-anak muridnya sebelum belajar dimulai. Satu per satu siswa-siswi diperhatikan keadaannya untuk memastikan kesiapan mereka dalam menerima pelajaran hari itu. Begitu teramat baiknya pak guru menjadikan setiap siswa-siswinya seperti anaknya sendiri. Di samping anak-anak yang diurus di rumah, masih ada yang menjadi tanggung jawabnya dalam hal ilmu dan pengetahuan.
Sesaat setelah beberapa menit pelajaran dimulai, tiba-tiba salah seorang murid  bertanya. “Pak, apa hukumnya seorang murid yang tidak suka sama gurunya?” Pertanyaan itu terdengar mengagetkan seluruh penghuni kelas, termasuk guru yang mengajar saat itu. Untuk meredam keadaan yang mencengangkan dalam kelas, pak guru yang juga alumni pesantren ini cukup piawai dalam mengatasi masalah itu.
Setelah sejenak terdiam dan saling melempar tanya di antara teman-temannya akhirnya gentian pak guru angkat bicara. “Kenapa dia tidak suka, apa masalahnya?” tanya balik guru kepada siswa tadi. “Masalahnya pak, ada pada sikap guru yang terkadang kasar dan suka marah-marah saat muridnya tidak mampu menguasai pelajaran, seperti tidak mengerjakan PR lengkap dan mengabaikan tugas dari guru,” jawab muridnya.
Guru paham dengan apa yang disampaikan muridnya. Sambil tersenyum pak guru mulai menjelaskan apa yang ditanyakan oleh anak muridnya. “Anak-anakku sekalian. Saya salut dengan apa yang ditanyakan temanmu tadi. Itu tandanya dia merasakan apa yang terjadi saat belajar. Sehingga, pantaslah dia bertanya tentang apa yang menjadi permasalahan entah terjadi pada dirinya sendiri atau temannya,” tegas pak guru.
“Ilmu itu ibarat cahaya yang tidak mungkin diberikan kepada orang-orang yang suka bermaksiat. Bagaimana mungkin cahaya yang terang itu diberikan kepada orang yang ada di jalan kegelapan (ahli maksiat). Sementara pemilik ilmu adalah guru. Seorang guru itu ibarat tuan bagi muridnya yang seperti budak dalam tanda kutip. Ingat tidak, seorang tuan itu berhak menjual, memerdekakan atau membebaskan budaknya kapanpun dia mau. Maka, dia berkehendak untuk melakukan semua itu tentu kita tidak boleh protes atau merajuk kepada guru,” tambah pak guru.
Semua siswa-siswi terlihat tenang dan penuh perhatian memperhatikan apa yang disampaikan guru. Ini menjadi pertanda bahwa mereka benar-benar ingin mengerti. “Sayyidina Ali berkata bahwa Saya adalah budak seorang guru yang mengajarku walau hanya satu huruf. Bagaimana mungkin kamu tidak memuliakan dan menghormati guru yang telah mengajarkan banyak hal kepadamu. Itu ibarat kamu tidak menghargai sedikit pun jasa guru. Maka, tidak semestinya bagi kita menyempatkan waktu sedikit pun untuk membenci apalagi mencaci guru.”
Setiap murid (pencari ilmu) wajib hukumnya hormat dan memuliakan gurunya. Jika seseorang ingin mendapatkan ilmu yang bermanfaat dan berkah tentu saja dia harus hormat dan memuliakan gurunya. Hakikat kemanfaatan ilmu itu tidak dapat dinalar dan tampak oleh mata kita. Akan tetapi, keberkahan dan manfaat ilmu akan tampak dalam kehidupan sang pembawa ilmu sendiri.
Jangan andalkan kepandaian dan ketekunanmu dalam menerima ilmu di kelas. Seharusnya, sebagai pencari ilmu hendaknya berpikir seandainya guru tidak ridlo dengan apa yang telah kita kerjakan selama ini di sekolah. Seakan-akan waktu itu menjadi sia-sia jika tidak dibarengi dengan sikap hormat dan takzim (baca=memuliakan) guru. Kepandaianmu itu tidak ada gunanya jika akhlakmu tidak baik dan mengundang gurumu murka.
“Ilmu yang tidak berkah dan bermanfaat itu tentu berasal dari sebab si pencari ilmu sendiri. Ketika pencari ilmu itu hanya mendengarkan ilmu yang disampaikan seorang guru tanpa ada rasa takzim (baca=penghormatan) kepada sang guru itu sama saja membuang sia-sia waktu belajarnya. Memang tampak dalam kenyataannya dia sangat pandai dan cerdas, tapi keberkahan ilmunya dipertanyakan. Sebab, dia tidak pernah memperhitungkan rasa hormat dan cara memuliakan gurunya,” Imam Zarnuji berkata.
“Seseorang yang tidak menghormati dan memuliakan gurunya disamakan dengan orang yang berbuat maksiat karena mengabaikan kedua hal tersebut. Maka, semestinya sebagai pencari ilmu hendaknya berhati-hati dalam bersikap di hadapan guru. Jangan sampai guru tidak ridlo dan murka terhadap tingkah laku kita,” tambah beliau.
Semoga kita senantiasa terpelihara dari sifat sombong dan tidak taat terhadap guru, agar ilmu kita bermanfaat dan berkah dunia akhirat. Wallahu A'lam ...


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Adab Mencari Ilmu

Oleh: Fattah Alfarhy Menuntut ilmu harus ditunjukkan dengan sikap semangat dan sungguh-sungguh dalam belajar. Waktu tidak boleh terbuang sia-sia tanpa mendatangkan manfaat. Membaca dan memahami suatu materi pelajaran yang sudah atau belum dijelaskan guru, merupakan suatu kewajiban bagi setiap pelajar. Kalau menemukan kesulitan pada suatu persoalan, bertanya dan diskusi bersama teman merupakan suatu hal yang perlu dilakukan. Sehingga, tidak mudah beralih pada persoalan lain sebelum satu persoalan selesai dan dipahami dengan baik.  Adakalanya, tempat duduk yang telah ditentukan oleh seorang guru harus dipenuhi sebagai perintah yang tidak boleh dilanggar. Namun, apabila ada seorang teman yang menempati tempat tersebut, tidak perlu berkelahi atau saling memaksakan melainkan hal yang penting dilakukan ialah melaporkan ke guru yang semula menentukan tempat duduk tersebut.  Pada waktu pelajaran telah dimulai, segera bergegas tinggalkan obrolan bersama teman sekelas untu...

Guru Ngaji

Oleh: Fattah Alfarhy Teringat di masa kecil, saat waktu menjelang Magrib. Lima belas menit lagi adzan akan berkumandang. Tampak dari kejauhan anak-anak berbaris dengan rapinya membawa kitab Turutan dalam dekapannya. Mereka berjalan penuh suka cita. Sesampainya di Musholla, mereka bergegas membantu teman-teman lainnya yang sedari tadi gotong royong mengisi bak tempat air wudlu. Tampak sudah cukup untuk dipakai wudlu para jama'ah shalat Magrib dan Isya', mereka pun menghentikan aktifitasnya. Satu dari mereka segera meraih mikrofon lusuh yang sudah penuh bisikan saat bersuara. Adzan pun berkumandang olehnya. Merdunya suara anak kecil itu. Para jama'ah pun bertanya-tanya, "Anak siapa itu? Alangkah indahnya, lantunan adzan yang dibawakannya." Semua bergegas memenuhi barisan shaf terdepan selepas berwudlu. Sembari menunggu imam, mereka bersama-sama melantunkan lagu-lagu Islami yang penuh makna. Orang menyebutnya sebagai "puji-pujian" yang bermuatan seruan-se...

Adab Belajar, Mengkaji Ulang dan Berdiskusi

Oleh: Fattah Alfarhy Jika menginginkan hasil yang lebih baik dalam memahami suatu pelajaran, jangan sendirian ketika belajar. Barangkali dengan belajar bersama teman akan lebih mudah untuk bertukar pendapat dan bisa saling membantu dalam hal tersebut. Walaupun telah memahami suatu pelajaran, tidak sepatutnya meninggalkan buku pelajaran begitu saja. Sudah seharusnya tetap belajar dan berdiskusi dengan teman ialah lebih baik seakan-akan masih belajar di hadapan guru sebenarnya. Ketika belajar harus berlaku sopan terhadap siapa saja, sekalipun di hadapan teman sendiri. Tidak semestinya menunjukkan kepandaian apapun di hadapan teman dengan melecehkannya yang lebih lambat dalam memahami suatu pelajaran. Tidak perlu berdebat kusir yang berkepanjangan pada suatu hal yang jelas salahnya, dan jangan sampai membawa ilmu kepada jalan yang batil. Karena, ilmu itu amanah dari Allah Swt. yang harus dibawa dengan sebaik-baiknya dengan tidak menyia-nyiakannya. Sehingga, mengkaji ulang merupa...