Oleh: Fattah Alfarhy
Duduk di tepi pantai mengajarkan kita tentang kesatuan alam yang sangat serasi. Kerukunan antara bumi, air dan udara menjadi terasa lengkap saat cahaya di ufuk Barat itu semakin redup tinggalkan warna yang indah. Sunset, orang bilang begitu indah sesaat sebelum waktu benar-benar Maghrib.
Menunjukkan kepada kita betapa luas pandangan mata menyusuri lautan yang bertepikan langit biru. Kini, langit itu ada di hadapan mata. Ia menyatu bersama lautan. Sebuah kehidupan yang indah. Perbedaan yang tidak menjadi pemisah antara keduanya. Laut dan langit itu menunjukkan keserasian alam yang sungguh luar biasa.
Saat detik-detik matahari meninggalkan keduanya, pertanda kegelapan akan segera datang. Namun, sisa-sisa cahaya itu melukiskan indahnya alam yang tercipta dari aneka perbedaan. Tidak hanya langit, laut dan bumi yang merasakannya. Di saat matahari benar-benar meninggalkan mereka, kegelapan membawa suasana tentram pertanda waktu Magrib telah tiba. Saatnya manusia kembali menyerukan doa dan pengabdiannya kepada Sang Pencipta.
Bukan karena bumi itu rendah terus menuntut langit untuk merendahkan diri. Langit tidak pernah menyombongkan diri karena ketinggiannya. Laut menjadi titik temu antara bumi dan langit. Menyadarkan sepasang mata melihat indahnya kerukunan. Sementara matahari menjadi pengayom bagi segala perbedaan di antara ketiganya. "Terima kasih matahari telah menjadi teman setia bagi kami," pungkas bumi mewakili kedua temannya.
"Alam telah mengajarkan. Mata menyaksikan. Maka, manusia mana yang membenci kerukunan. Sementara perbedaan akan tetap ada sepanjang zaman."
Sebatik, 11 Oktober 2016
Komentar
Posting Komentar