Oleh: Fattah Alfarhy
Sunyi masih terasa dalam balutan dingin yang begitu khas. Sang fajar telah datang membawa kedamaian. Mereka yang tergugah hati untuk menyongsong kemuliaannya dengan persimpuhan. Dalam gelap yang tenang, mengeja fajar penuh keheningan. Menjadi indah dalam sunyi mencari arti dan makna diri.
Sementara kang Isman belum juga beranjak dari lelap tidurnya. Ia masih berselimut mimpi indah bersama bantal gulingnya. Sudah berkali-kali kang Tarom membangunkannya. Tetap saja tidak mempan untuk jadi alarm bangun tidurnya. Benar-benar kang Isman namanya, kalau dibangunkan tiga sampai empat kali tidak jua beranjak dari tempat tidurnya. Begitulah Ia dikenal di kalangan santri Al-Ishlah.
"Man, man. Bangun man. Ustadz Rouf datang tuh," sergah Tarom membangunkannya. Sambil Ia menyebutkan nama Ustadz Rouf, berharap Ia akan segera terbangun karena takut. Ustadz Rouf merupakan salah satu ustadz yang paling ditakuti para santri dengan posisinya sebagai pengurus bagian keamanan pesantren. Santri nakal sudah biasa menjadi urusannya.
"Jangan bohong ya. Awas kalau bohong," sambil bersuara nada ngelantur Isman protes kepada Tarom.
"Iya, benar. Tadi melintas saja langsung ke sana," jawab Tarom sekenanya. Karena demi kebaikan temannya, tak jarang Ia membohongi Isman atas nama ustadz Rouf yang terkenal galak itu.
Setengah jam berlalu. Lima kali membangunkan Isman, akhirnya berhasil juga. Kang Tarom merasa lega. Ia pun bergegas pergi ke masjid untuk melaksanakan shalat tahajjud dan tilawah Al-Quran. Ini merupakan jadwal rutin tiap fajar di pesantren Al-Ishlah.
Sebagai santri yang taat aturan, Ia tak pernah sedikit pun mengeluhkan aturan yang cukup berat itu. Bagi Tarom, aturan ini justru membuatnya nyaman dan tentram hati. Karena tiap hari bisa melaksanakan tahajjud bersama yang jarang dilakukannya kalau di rumah. Namun, bagi Isman aturan itu perlahan mengganggu kebiasaan tidur panjangnya yang tidak terkontrol. Ia tergolong santri paling malas bangun Subuh yang suka dihukum tiap paginya.
Persahabatan antara Tarom dan Isman tidak menghalangi untuk tetap berjuang bersama. Meskipun keduanya berbeda dalam urusan ibadah, bagi mereka saling menolong tetap menjadi utama. Atas dari itulah, mereka berdua tetap bersahabat sampai tiga semester ini.
Bagi Isman, Taron tetaplah sahabat terbaik yang sanggup mengerti kekurangannya. Sebaliknya, Isman bagi Tarom adalah medan perjuangan terdekat agar tetap bisa istiqomah menjalankan shalat malam. Saat itulah, Ia belajar mendulang harapan dalam kesunyian, mencari arti kehidupan di balik keheningan fajar yang menyejukkan. Hingga akhirnya, dia tersadar telah berteman fajar sejak tiga semester terakhir semenjak tercatat sebagai santri Al-Ishlah itu.
#KelasfiksiODOP
#onedayonepost
#onedayonepost
Komentar
Posting Komentar