Oleh: Fattah Alfarhy
Sebagian dari kita mungkin pernah mendengar istilah puasa "mbedhug" atau jamak ditelinga orang Jawa puasa "sebedhug". Terdengar unik istilah yang dipakai orang-orang dulu. Bedhug merupakan salah satu alat penanda telah tiba waktunya shalat. Saat waktu shalat telah masuk, bedhug dipukul guna memanggil orang-orang di sekitar masjid untuk shalat berjamaah. Maklum saja dulu belum mudah didapati speaker pengeras suara di masjid. Selain itu, bedhug juga menjadi penanda datangnya bulan Ramadhan atau telah berakhirnya Ramadhan yang ditandai menyambut awal Syawal diiringi lantunan takbir di desa-desa zaman dulu.
Tradisi yang tertanam di dalam masyarakat itu menunjukkan betapa indahnya syiar Islam dari masa ke masa. Keberadaan Islam Indonesia yang begitu istimewa dengan corak dan keberagaman adat istiadat masing-masing daerah. Sebagian daerah lain mungkin ada yang tidak menggunakan bedhug, tetapi memanfaatkan kentongan sebagai tanda waktu shalat. Ukurannya beragam, ada yang paling kecil biasanya terbuat dari bambu. Ada pula yang lain terbuat dari kayu yang cukup besar. Kesemuanya itu tetap bermanfaat untuk tanda waktu shalat dan isyarat lain berkenaan dengan adanya peristiwa di suatu masyarakat. Seperti isyarat adanya kematian, bencana alam dan sebagainya.
Bukan perlu ditonjolkan mana yang bagus dan mana lebih baik. Lebih penting jika segala sesuatu itu dapat bermanfaat. Karenanya, baik bedhug atau kentongan memiliki pecinta masing-masing di dalam komunitas masyarakat. Kembali kepada topik utama, tentang puasa "mbedhug" atau "sebedhug". Namun, lebih populer kata para mbah zaman dulu disebut sebagai puasa sebedhug. Puasa semacam ini memang tidak ada di dalam syariat Islam. Itu cuma istilah yang muncul tiba-tiba dari masyarakat karena telah dibiasakan. Pelakunya bukan kalangan dewasa atau anak remaja. Akan tetapi, puasa model ini adalah salah satu upaya orang tua dalam menanamkan edukasi tentang puasa kepada anaknya.
Orang tua zaman dulu memang keren. Tidak banyak teori dan ini itu. Mereka langsung menyuruh anaknya untuk mempraktikkan ibadah puasa walau sebatas latihan. Ibarat belajar renang tidak perlu banyak membaca buku teori renang. Akan tetapi, langsung saja terjun ke kolam renang dan akhirnya menjadi paham bagaimana berenang. Namanya belajar, anak-anak itu tidak langsung sempurna. Namun, secara berkala akan terus dimotivasi orang tua agar semakin sempurna ibadahnya.
Bedhug diidentikkan dengan waktu shalat Zuhur. Pada saat Zuhur telah tiba, bedhug akan dipukul sebagai tandanya. Karena itulah, maka puasa sebedhug itu menandai waktu puasa yang biasanya dilakukan kalangan anak-anak. Mereka ikut makan sahur kemudian ikut menahan diri dari yang membatalkan puasa sampai datangnya waktu Zuhur. Saat Zuhur tiba mereka berbuka puasa. Setelah itu ada yang dilanjutkan atau disudahi saja. Karena saat itu ibunya tidak memasak. Kalau ingin makan lagi harus menunggu waktu berbuka.
Memang orang zaman dulu punya rasa tega terhadap anak-anaknya. Seorang ibu sengaja tidak masak biar anaknya ikut puasa. Maklum saja, siapa orang tua yang tidak mau anaknya taat ibadah. Maka, cara menanamkan itu dilakukan sejak usia dini anak-anaknya.
Rasulullah Saw. bersabda:
مروا أولادكم بالصلاة وهم أبناء سبع سنين واضربوهم عليها وهم أبناء عشر. الحديث رواه أبو داود
"Perintahkanlah anak-anakmu shalat saat mereka usia tujuh tahun, dan pukullah mereka (jika tidak mengerjakannya) saat usia sepuluh tahun." HR. Abu Daud
Dalam mendidik anak harus melalui tahapan dan cara terbaik. Jangan sampai membuat anak beribadah atas keterpaksaan. Padahal ibadah yang baik itu karena terbiasa dan menjadi sebuah kesadaran. Maka, hadis di atas memberikan tuntunan kepada orang tua betapa pentingnya penanaman pendidikan ibadah sejak dini. Tahapan diikuti untuk dapat mengenalkan kepada anak betapa pentingnya ibadah. Bukan sekadar kewajiban melainkan kebutuhan.
Seperti ibadah shalat, barangkali perintah puasa kepada anak-anak dilakukan sejak usia mereka masih 7-10 tahun dengan tahapan dan edukasi yang baik. Bahkan yang lebih penting adalah persiapan, pemahaman yang baik seputar puasa, kemudian orang tua harus memastikan kondisi kesehatan anaknya. Pastikan gizi terpenuhi dan kuat untuk berlatih puasa. Motivasi harus diberikan sepenuhnya dan jangan lupa berikanlah hadiah sebagai apresiasi atas usaha mereka.
Kalau anaknya sudah baligh, jangan sampai boleh ikut-ikutan puasa sebedhug. Apa tidak malu badan sebesar bedhug begitu masih tidak kuat puasa katanya. Dari semua contoh di atas, ini merupakan sebagian dari hikmah Ramadhan di tengah-tengah kita. Mulai dari yang anak-anak sampai dewasa bersemangat lomba-lomba memperbaiki ibadah. Semoga mereka memperoleh rahmat berlimpah sebagai jeri payah mereka di bulan ibadah.
Sebatik, 04 Juni 2017
Komentar
Posting Komentar