Langsung ke konten utama

Sirah Ramadhan (5)

Oleh: Fattah Alfarhy

Puasa Ramadhan membutuhkan energi yang cukup besar bagi setiap muslim. Kekuatan fisik dan mental menjadi modal utama dalam menjalankan ibadah di bulan ini. Keduanya harus berjalan saling mendukung dan menguatkan guna mengasah spiritualisme di dalam setiap jiwa mereka. Orang Islam yang berpuasa bersyarat memiliki kekuatan untuk menahan lapar dan dahaga selama sebulan lamanya di siang harinya. Sedangkan di malam harinya mereka harusnya turut serta mengejar keutamaannya dengan shalat tarawih dan amalan sunnah lainnya. Artinya mereka harus kuat dalam menjalankan ibadah puasa.

Saat berpuasa menahan diri dari segala yang membatalkan menjadi tugas utama. Meninggalkan makan, minum hingga berhubungan dengan pasangan saat siang hari menjadi sederetan larangan yang harus ditinggalkan. Untuk melakukan semua itu tidak mungkin hanya bermodal niat saja. Akan tetapi, kekuatan fisik juga menjadi tumpuan utama. Keikhlasan niat akan mengiringi kekuatan fisik dalam menjalankan ibadah puasa. Sehingga, niat ikhlas dan kesehatan tubuh harus berpadu secara harmonis saat menunaikan ibadah puasa di bulan ini.

Rasulullah Saw. bersama tentara muslimin memenangkan pertempuran di perang Badar terjadi saat bulan Ramadhan. Tak pelak kaum muslimin saat itu dalam keadaan berpuasa. Artinya Perang Badar yang dimenangkan saat itu sudah tentu memerlukan kekuatan yang begitu besar. Walaupun jumlah tentara muslimin sedikit, tetapi mereka berhasil menaklukkan perlawanan kaum kafirin dengan jumlah tentara sangat besar. Kemenangan ini menjadi satu anugerah besar bagi muslimin saat itu. Karena semuanya tak lepas dari keikhlasan niat perjuangan mereka dan rahmat dari Allah Swt.

Walaupun kemenangan itu diraih sangat gemilang, bukan menjadikan Rasulullah Saw. merasa di atas angin dan jumawa. Jika dilihat secara hitungan, memang kemenangan di Perang Badar sungguh luar biasa. Namun, itu tidak menjadi cukup sampai di situ saja. Justru Rasulullah Saw. berpesan kepada kaum muslim bahwa jihad yang sebenarnya adalah jihad melawan diri sendiri. Jihad sebenarnya bagi kaum muslimin adalah menaklukkan hawa nafsu pada diri sendiri.

Berkaca terhadap kronologi di atas, menunjukkan betapa luasnya arti jihad dipandang dari segala sisi. Jihad bukan semata-mata harus mengangkat pedang saat perang. Bukan harus menembak lawan di medan pertempuran. Tidak juga harus membunuh orang kafir setiap hari. Membunuh saja tidak boleh sembarangan, ada syarat dan ketentuannya. Ajaran Islam yang begitu luas ini jangan sampai dipersempit untuk kepentingan sesaat saja. Itu sebabnya, barangkali ada benarnya jika puasa merupakan salah satu jihad bagi kaum muslimin.

Menilik arti jihad dari segi bahasa adalah sungguh-sungguh, maka segala kesungguhan masuk kategori jihad. Misalnya, kesungguhan dalam belajar, mencari nafkah, mencari keadilan dan menegakkan kebenaran akan termasuk dalam ruang lingkup jihad. Imam Al-Jurjani menyatakan jihad adalah menyeru kepada agama kebenaran (Islam). Karenanya, di samping puasa adalah rukun Islam juga menjadi bagian penting bagi ibadah kaum muslimin. Dalam berpuasa akan melibatkan segala energi yang ada untuk menaklukkan satu musuh besar dalam diri, yaitu hawa nafsu.

Allah Swt. berfirman:

وجاهدوا في الله حق جهاده وما جعل عليكم في الدين من حرج. الحج: ٧٨

"Berjihadlah kamu di jalan Allah dengan jihad yang sebenar-benarnya. Dia telah memilih kamu dan Dia tidak sekali-kali menjadikan untuk kamu dalam agama suatu kesempitan." QS. Al-Hajj: 78.

Dalam tafsirnya, Syekh Wahbah Zuhaili menjelaskan jihad harus dilakukan secara ikhlas dan kesungguhan demi Allah. Kebenaran harus diperjuangkan dengan jalan jihad (sungguh-sungguh). Jihad itu meluangkan keluasan waktu dalam memerangi musuh sebenarnya. Musuh yang diperangi dengan berjihad ada tiga, yaitu melawan orang kafir sebagai musuh yang nyata, melawan setan dan melawan hawa nafsu. Jenis musuh yang ketiga ini sangat cocok untuk diperangi dalam suasana saat ini. Melawan hawa nafsu sebagai musuh yang tidak nampak dan selalu ada.

Perang melawan hawa nafsu menjadi jihad paling utama. Dengan menaklukkan hawa nafsu, lebih mudah menghindarkan diri dari sesuatu yang menjerumuskan kepada maksiat. Manusia akan cepat tergoda setan saat hawa nafsu meliputi. Dosa lebih besar akan dikejar karena setan setia menjadi teman. Karena itu, bulan Ramadhan lazim diperjuangkan demi mendidik dan menaklukkan hawa nafsu dari segala kejahatan.

Peluang setan akan tertutup saat nafsu dapat dikurung dalam kekuatan iman yang diperjuangkan. Untuk melakukan itu, energi harus ekstra. Tidak cukup dengan kekuatan fisik belaka. Namun, spirit iman dan keikhlasan niat akan membantu penaklukan hawa nafsu dalam diri dengan berpuasa. Sehingga, setan tidak memiliki celah sedikit pun untuk mempengaruhi manusia. Mari berjuang, mari berperang bukan dengan pedang tapi dengan iman dan keikhlasan. Semua demi hikmah dan keutamaan bulan suci Ramadhan.

Sebatik, 05 Juni 2017

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Adab Mencari Ilmu

Oleh: Fattah Alfarhy Menuntut ilmu harus ditunjukkan dengan sikap semangat dan sungguh-sungguh dalam belajar. Waktu tidak boleh terbuang sia-sia tanpa mendatangkan manfaat. Membaca dan memahami suatu materi pelajaran yang sudah atau belum dijelaskan guru, merupakan suatu kewajiban bagi setiap pelajar. Kalau menemukan kesulitan pada suatu persoalan, bertanya dan diskusi bersama teman merupakan suatu hal yang perlu dilakukan. Sehingga, tidak mudah beralih pada persoalan lain sebelum satu persoalan selesai dan dipahami dengan baik.  Adakalanya, tempat duduk yang telah ditentukan oleh seorang guru harus dipenuhi sebagai perintah yang tidak boleh dilanggar. Namun, apabila ada seorang teman yang menempati tempat tersebut, tidak perlu berkelahi atau saling memaksakan melainkan hal yang penting dilakukan ialah melaporkan ke guru yang semula menentukan tempat duduk tersebut.  Pada waktu pelajaran telah dimulai, segera bergegas tinggalkan obrolan bersama teman sekelas untu...

Adab Belajar, Mengkaji Ulang dan Berdiskusi

Oleh: Fattah Alfarhy Jika menginginkan hasil yang lebih baik dalam memahami suatu pelajaran, jangan sendirian ketika belajar. Barangkali dengan belajar bersama teman akan lebih mudah untuk bertukar pendapat dan bisa saling membantu dalam hal tersebut. Walaupun telah memahami suatu pelajaran, tidak sepatutnya meninggalkan buku pelajaran begitu saja. Sudah seharusnya tetap belajar dan berdiskusi dengan teman ialah lebih baik seakan-akan masih belajar di hadapan guru sebenarnya. Ketika belajar harus berlaku sopan terhadap siapa saja, sekalipun di hadapan teman sendiri. Tidak semestinya menunjukkan kepandaian apapun di hadapan teman dengan melecehkannya yang lebih lambat dalam memahami suatu pelajaran. Tidak perlu berdebat kusir yang berkepanjangan pada suatu hal yang jelas salahnya, dan jangan sampai membawa ilmu kepada jalan yang batil. Karena, ilmu itu amanah dari Allah Swt. yang harus dibawa dengan sebaik-baiknya dengan tidak menyia-nyiakannya. Sehingga, mengkaji ulang merupa...

Guru Ngaji

Oleh: Fattah Alfarhy Teringat di masa kecil, saat waktu menjelang Magrib. Lima belas menit lagi adzan akan berkumandang. Tampak dari kejauhan anak-anak berbaris dengan rapinya membawa kitab Turutan dalam dekapannya. Mereka berjalan penuh suka cita. Sesampainya di Musholla, mereka bergegas membantu teman-teman lainnya yang sedari tadi gotong royong mengisi bak tempat air wudlu. Tampak sudah cukup untuk dipakai wudlu para jama'ah shalat Magrib dan Isya', mereka pun menghentikan aktifitasnya. Satu dari mereka segera meraih mikrofon lusuh yang sudah penuh bisikan saat bersuara. Adzan pun berkumandang olehnya. Merdunya suara anak kecil itu. Para jama'ah pun bertanya-tanya, "Anak siapa itu? Alangkah indahnya, lantunan adzan yang dibawakannya." Semua bergegas memenuhi barisan shaf terdepan selepas berwudlu. Sembari menunggu imam, mereka bersama-sama melantunkan lagu-lagu Islami yang penuh makna. Orang menyebutnya sebagai "puji-pujian" yang bermuatan seruan-se...