Oleh: Fattah Alfarhy
Bagi seorang guru, murid bagaikan seorang anak bagi ayahnya. Terasa girang bila melihat seorang anak yang sehat fisiknya, cerdas, bersih hatinya, mulia akhlak, santun perilaku, jauh dari perkataan buruk, baik terhadap dengan teman-teman, disukai oleh teman-teman, menyayangi orang fakir, membantu orang lemah, mengampuni orang jahat, memaafkan kesalahan orang lain, tidak meninggalkan shalat dan tidak menggampangkan ibadah kepada Tuhannya.
Seorang guru merupakan orang yang paling berhak didengarkan nasehatnya dibandingkan orang lain. Bisa dikatakan, guru merupakan orang tua kedua bagi anak saat disekolah. Karena, guru menjadi penjaga ruh seorang murid yang mendambakan kebaikan dan kesuksesan dapat diraih suatu saat nantinya.
Tentu saja, guru menjadi penasehat tepercaya kepada muridnya. Betapa pentingnya nasehat guru, yang harus dilaksanakan saat di hadapan guru, bersama teman dan di kala sendirian. Kalau tidak melaksanakan nasehat tersebut, saat dalam kesendirian tentu akan kesulitan melaksanakannya ketika bersama teman-teman. Inilah pentingnya nasehat guru yang bukan hanya untuk dipraktikkan di hadapan guru saja.
Guru merupakan panutan terbaik bagi seorang murid. Jika tidak menjadikannya sebagai panutan, lalu harus menganut siapa selain guru. Padahal saat belajar, harus duduk di hadapannya. Tiada seorang guru, yang menginginkan selain muridnya menjadi baik dan santun sikapnya. Oleh karenanya, murid harus selalu mengharap ridho kepada guru. Jangan sampai guru tidak peduli, apalagi mendapat kemurkaannya.
Setiap guru pasti ingin muridnya menjadi orang baik. Kalau seorang murid baik, dia pasti akan bangga. Sehingga, kemuliaan akhlak seorang murid tergantung pada tingkat ketaatan dan kesungguhannya melaksanakan perintah dan amaran.
Akhlak mulia merupakan kebanggaan bagi diri sendiri, di hadapan teman dan keluarga. Jika seseorang baik akhlaknya, tentu orang-orang akan memuliakan dan menyayanginya. Untuk mencapai hal tersebut, ilmu yang dimiliki harus dihiasi dengan akhlak mulia. Jika tidak demikian, maka ilmu dapat membahayakan diri sendiri. Karena, seseorang yang bodoh dapat dimaklumi siapa saja, namun manusia tidak dapat memaklumi seseorang yang pandai tapi mengabaikan akhlak yang baik baginya.
Dengan demikian, akhlak yang baik harus dibiasakan dan menjadi karakter bagi seorang murid. Menjadi orang baik, bukan semata-mata karena ada di hadapan guru. Karena, sudah seharusnya seorang murid harus tetap menjadi baik tanpa pengawasan seorang guru. Lebih baik, mawas diri dari pada mengawasi orang lain. Hal ini sebagaimana hadis Rasulullah Saw.:
ان الله استخلص هذا الدين لنفسه ولا يصلح لدينكم إلا السخاء وحسن الخلق الا فزينوا دينكم بهما
"Sesungguhnya Allah memurnikan agama ini untuk diri-Nya. Tidak akan baik agamamu, kecuali berlaku dermawan dan berakhlak baik. Maka, hiasilah agamamu dengan kedua sikap tersebut."
Sumber: Kitab Washoya al-Aba' li al-Abna'
Komentar
Posting Komentar