Langsung ke konten utama

Mencintai Allah dan Rasul-Nya

Oleh: Fattah Alfarhy

Sesungguhnya Allah Swt. telah menciptakan manusia berikut menyempurkannya dengan berbagai nikmat lahir dan batin. Namun, banyak di antara mereka tidak menyadari kalau pada mulanya hanya berasal dari setetes air mani yang memancar ke rahim seorang ibu. Sembilan bulan berlalu, lahirlah ke dunia seorang anak manusia yang sempurna. Tidak hanya dibekali penglihatan dan pendengaran semata, Allah juga membekalinya dengan akal agar mampu membedakan mana yang baik dan buruk. Sebagaimana firman Allah dalam QS. an Nahl [16]: 78,

وَاللَّهُ أَخْرَجَكُمْ مِنْ بُطُونِ أُمَّهَاتِكُمْ لَا تَعْلَمُونَ شَيْئًا وَجَعَلَ لَكُمُ السَّمْعَ وَالْأَبْصَارَ وَالْأَفْئِدَةَ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ

"Dan Allah telah mengeluarkanmu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui apa-apa, dan Dia memberimu pendengaran, penglihatan dan hati agar kamu bersyukur." QS. an Nahl [16]: 78.

Betapa baiknya Allah yang seperti demikian telah memberi berbagai nikmat dan anugerah kepada manusia, agar selalu bersyukur. Karena, bagi Allah bisa saja mencabut sekian nikmat yang telah diberikannya jika manusia tidak tahu diri, yang terkadang suka melakukan hal yang membuat Allah murka. Maka, hendaknya manusia selalu berusaha untuk bersyukur dalam segala hal dan upaya.

Sebagai manusia, kewajiban pertama terhadap Allah ialah mengetahui sifat-sifat yang menunjukkan keagungan-Nya. Selain itu, juga harus selalu bersemangat untuk taat menjalankan perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya, yakin bahwasanya Allah telah memilihkan jalan terbaik untuknya. Maka, tidak boleh sampai mengikuti syahwat dan hal yang melalaikan bagi diri sendiri, serta taat kepada makhluk sehingga menjadikan terhalang untuk beribadah kepada Allah Swt.

Allah Swt. telah mengutus Rasulullah Saw. kepada hamba-Nya sebagai bentuk kasih sayang dari-Nya. Tujuannya ialah agar dapat memberikan petunjuk kepada manusia untuk memperbaiki ibadah dan urusan dunia mereka. Telah diketahui bahwa Muhammad bin Abdullah bin Abdul Mutthalib merupakan rasul terakhir yang wajib ditaati sebagaimana taat kepada Allah Swt. Hal ini sebagaimana disebutkan dalam Qs. an Nisa' [4]: 59 dan QS. al Fath [48]: 17.

Rasulullah Saw. tidak akan menyampaikan segala sesuatu menurut hawa nafsunya, melainkan harus bersandar kepada wahyu ilahi. Taat kepada rasul berarti taat kepada Allah Swt., sebagaimana dinyatakan dalam QS. Ali Imran: 31. Sehingga, seseorang dinilai tidak sempurna imannya, manakala cintanya terhadap Allah dan rasul-Nya masih terkalahkan oleh cinta lainnya. Padahal, rasulullah Saw. bersabda: 

لا يؤمن أحدكم حتى أكون أحب إليه من والده وولده والناس أجمعين

"Tidak sempurna iman di antara kamu sekalian, sehingga diriku lebih dicintainya daripada orang tua, anaknya serta seluruh umat manusia di dunia." HR. Bukhari, Ahmad, Nasai dan Ibnu Majah.

Sumber; Kitab Washoya al-Aba' li al-Abna'

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Adab Mencari Ilmu

Oleh: Fattah Alfarhy Menuntut ilmu harus ditunjukkan dengan sikap semangat dan sungguh-sungguh dalam belajar. Waktu tidak boleh terbuang sia-sia tanpa mendatangkan manfaat. Membaca dan memahami suatu materi pelajaran yang sudah atau belum dijelaskan guru, merupakan suatu kewajiban bagi setiap pelajar. Kalau menemukan kesulitan pada suatu persoalan, bertanya dan diskusi bersama teman merupakan suatu hal yang perlu dilakukan. Sehingga, tidak mudah beralih pada persoalan lain sebelum satu persoalan selesai dan dipahami dengan baik.  Adakalanya, tempat duduk yang telah ditentukan oleh seorang guru harus dipenuhi sebagai perintah yang tidak boleh dilanggar. Namun, apabila ada seorang teman yang menempati tempat tersebut, tidak perlu berkelahi atau saling memaksakan melainkan hal yang penting dilakukan ialah melaporkan ke guru yang semula menentukan tempat duduk tersebut.  Pada waktu pelajaran telah dimulai, segera bergegas tinggalkan obrolan bersama teman sekelas untu...

Adab Belajar, Mengkaji Ulang dan Berdiskusi

Oleh: Fattah Alfarhy Jika menginginkan hasil yang lebih baik dalam memahami suatu pelajaran, jangan sendirian ketika belajar. Barangkali dengan belajar bersama teman akan lebih mudah untuk bertukar pendapat dan bisa saling membantu dalam hal tersebut. Walaupun telah memahami suatu pelajaran, tidak sepatutnya meninggalkan buku pelajaran begitu saja. Sudah seharusnya tetap belajar dan berdiskusi dengan teman ialah lebih baik seakan-akan masih belajar di hadapan guru sebenarnya. Ketika belajar harus berlaku sopan terhadap siapa saja, sekalipun di hadapan teman sendiri. Tidak semestinya menunjukkan kepandaian apapun di hadapan teman dengan melecehkannya yang lebih lambat dalam memahami suatu pelajaran. Tidak perlu berdebat kusir yang berkepanjangan pada suatu hal yang jelas salahnya, dan jangan sampai membawa ilmu kepada jalan yang batil. Karena, ilmu itu amanah dari Allah Swt. yang harus dibawa dengan sebaik-baiknya dengan tidak menyia-nyiakannya. Sehingga, mengkaji ulang merupa...

Guru Ngaji

Oleh: Fattah Alfarhy Teringat di masa kecil, saat waktu menjelang Magrib. Lima belas menit lagi adzan akan berkumandang. Tampak dari kejauhan anak-anak berbaris dengan rapinya membawa kitab Turutan dalam dekapannya. Mereka berjalan penuh suka cita. Sesampainya di Musholla, mereka bergegas membantu teman-teman lainnya yang sedari tadi gotong royong mengisi bak tempat air wudlu. Tampak sudah cukup untuk dipakai wudlu para jama'ah shalat Magrib dan Isya', mereka pun menghentikan aktifitasnya. Satu dari mereka segera meraih mikrofon lusuh yang sudah penuh bisikan saat bersuara. Adzan pun berkumandang olehnya. Merdunya suara anak kecil itu. Para jama'ah pun bertanya-tanya, "Anak siapa itu? Alangkah indahnya, lantunan adzan yang dibawakannya." Semua bergegas memenuhi barisan shaf terdepan selepas berwudlu. Sembari menunggu imam, mereka bersama-sama melantunkan lagu-lagu Islami yang penuh makna. Orang menyebutnya sebagai "puji-pujian" yang bermuatan seruan-se...