Langsung ke konten utama

Ujian Dalam Nikmat Al-Qur'an (3)

Oleh: Fattah Alfarhy

Juz 'Amma mengawali perjuangan tiap penghafal Al-Qur'an. Surah-surah pendek yang termuat di dalamnya menjadi pintu gerbang masuk ke hafalan selanjutnya. Juz 'Amma merupakan sebutan lain bagi juz 30 dalam Al-Qur'an. Nama tersebut akrab karena juz 30 diawali dengan kata 'Amma pada surah An Naba'. Akan tetapi, hafalan akan dimulai dari surah An Nas yang berada paling akhir di mushaf Al-Qur'an. Al Falaq menjadi lanjutannya secara urut sampai An Naba' sebagai penutupnya.

Seseorang yang diberi kemudahan hafal juz 'Amma, kemungkinan akan mudah untuk menghafal juz selanjutnya. Menghafal juz 30 merupakan langkah awal untuk menguji seberapa kuat hafalan seseorang. Jika dapat selesai lebih kurang satu bulan, itu pertanda kekuatan hafalannya normal. Namun, jika melebihi dari 2-3 bulan perlu dipertanyakan kesungguhan menghafalnya.

Walau demikian, hafal juz 30 tidak boleh dijadikan jaminan penuh untuk kemudahan hafalan juz lainnya. Niat dan semangat yang terjaga akan menentukan hafalan selanjutnya. Kalau Anda penghafal, boleh kiranya flashback mengingat fakta yang terjadi saat menghafal juz 30. Jika proses yang dilalui mudah, barangkali perlu diingat metode yang dipakai saat itu. Setiap orang akan mengalami proses menghafal yang berbeda satu dengan lainnya. Semangat yang naik turun juga ikut memberi warna. Karena, semuanya bergantung pada kekuatan dan kemampuan dasar menghafal yang dimilikinya. Sehingga, kemudahan menghafal itu merupakan buah praktik metode yang dipakai.

Belakangan, muncul banyak metode menghafal yang dicetuskan para ahli. Rata-rata menawarkan metode menghafal paling cepat. Bukunya sampai laris manis di pasaran, tapi bukan jaminan jika memakainya bisa lebih cepat hafalannya. Sehingga, menurut hemat penulis yang namanya hafalan itu 99% melibatkan praktik menghafal. Sedangkan metode berupa teori itu hanya 1%. Menghafal itu menghafal, bukan yang lainnya. Metode itu sebagai penunjang yang mengawal prosesnya.

Seorang santri yang hanya belajar metode menghafal, pasti tidak segera selesai hafalannya. Ibarat belajar renang, langkah pertamanya segera masuk ke dalam air. Bukan membaca banyak buku renang, tapi tidak lekas masuk kolam renang. Tenggelam dan sesekali minum air merupakan resiko yang harus diterima perenang pemula. Kalau tidak masuk air, dijamin selamanya tidak bisa berenang. Sama halnya penghafal Al-Qur'an, langkah pertama yang harus ditempuh adalah menghafal. Tidak perlu khawatir bagaimana nantinya, tapi berpikir bagaimana cara terbaik untuk menghadapi prosesnya.

Juz 'Amma yang terdiri dari 37 surah itu seharusnya cukup ringan untuk dihafal. Jika dimulai dari An Nas sampai Al Zilzalah panjang ayatnya cukup seimbang. Di Al Bayyinah nanti baru akan mendapat kesulitan karena ayat-ayatnya mulai agak panjang. Tapi, kalau dilakukan sungguh-sungguh pasti ada kemudahan. Karena di setiap kesulitan pasti ada kemudahan. Perlu juga diingat jika menghafal itu tidak cuma berangan-angan tentang panjang pendeknya ayat. Namun, menghafal itu lebih kepada usaha lahir dan batin untuk semakin dekat dengan obyek yang dihafal.

Menghafal itu lahiriah, sedangkan doa dan tirakat lainnya seperti puasa menjadi ikhtiar batiniah. Kalau hanya upaya lahiriah saja yang dilakukan, hasilnya tentu berbeda dengan hafalan yang menyertakan ikhtiar batiniah. Karena itu, mumpung masih juz 'Amma kesungguhan harus diutamakan. Selain upaya maksimal dalam menghafal, juga perlu mengimbanginya dengan tirakat puasa dan sejenisnya. Asalkan itu tidak mengganggu yang wajib tentu bukan masalah. Namun, jika malah mengalahkan kewajibannya, tirakat semacam itu tidak anjurkan. Artinya, menghafal tidak semata-mata mengandalkan kecerdasan tetapi kuatnya niat dan istiqomahnya doa.

Dengan demikian, menghafal juz 'Amma menjadi ujian pertama bagi penghafal pemula. Dengan melibatkan niat beserta kekuatan otak seadanya, menghafal itu tetap bermula. Proses akan terus berjalan dan berubah-ubah. Rasa malas, semangat naik turun itu akan menguji seberapa kuat niatnya. Belum lagi nanti ada godaan dan cobaan berat lainnya. Makanya, mumpung masih awal jaga terus semangatnya. Jika permulaan ini baik, niscaya akan berlanjut dan berakhir dengan baik. Cemerlang di permulaan akan cemerlang di akhirnya.

Jepara, 13 September 2017

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Adab Mencari Ilmu

Oleh: Fattah Alfarhy Menuntut ilmu harus ditunjukkan dengan sikap semangat dan sungguh-sungguh dalam belajar. Waktu tidak boleh terbuang sia-sia tanpa mendatangkan manfaat. Membaca dan memahami suatu materi pelajaran yang sudah atau belum dijelaskan guru, merupakan suatu kewajiban bagi setiap pelajar. Kalau menemukan kesulitan pada suatu persoalan, bertanya dan diskusi bersama teman merupakan suatu hal yang perlu dilakukan. Sehingga, tidak mudah beralih pada persoalan lain sebelum satu persoalan selesai dan dipahami dengan baik.  Adakalanya, tempat duduk yang telah ditentukan oleh seorang guru harus dipenuhi sebagai perintah yang tidak boleh dilanggar. Namun, apabila ada seorang teman yang menempati tempat tersebut, tidak perlu berkelahi atau saling memaksakan melainkan hal yang penting dilakukan ialah melaporkan ke guru yang semula menentukan tempat duduk tersebut.  Pada waktu pelajaran telah dimulai, segera bergegas tinggalkan obrolan bersama teman sekelas untu...

Adab Belajar, Mengkaji Ulang dan Berdiskusi

Oleh: Fattah Alfarhy Jika menginginkan hasil yang lebih baik dalam memahami suatu pelajaran, jangan sendirian ketika belajar. Barangkali dengan belajar bersama teman akan lebih mudah untuk bertukar pendapat dan bisa saling membantu dalam hal tersebut. Walaupun telah memahami suatu pelajaran, tidak sepatutnya meninggalkan buku pelajaran begitu saja. Sudah seharusnya tetap belajar dan berdiskusi dengan teman ialah lebih baik seakan-akan masih belajar di hadapan guru sebenarnya. Ketika belajar harus berlaku sopan terhadap siapa saja, sekalipun di hadapan teman sendiri. Tidak semestinya menunjukkan kepandaian apapun di hadapan teman dengan melecehkannya yang lebih lambat dalam memahami suatu pelajaran. Tidak perlu berdebat kusir yang berkepanjangan pada suatu hal yang jelas salahnya, dan jangan sampai membawa ilmu kepada jalan yang batil. Karena, ilmu itu amanah dari Allah Swt. yang harus dibawa dengan sebaik-baiknya dengan tidak menyia-nyiakannya. Sehingga, mengkaji ulang merupa...

Guru Ngaji

Oleh: Fattah Alfarhy Teringat di masa kecil, saat waktu menjelang Magrib. Lima belas menit lagi adzan akan berkumandang. Tampak dari kejauhan anak-anak berbaris dengan rapinya membawa kitab Turutan dalam dekapannya. Mereka berjalan penuh suka cita. Sesampainya di Musholla, mereka bergegas membantu teman-teman lainnya yang sedari tadi gotong royong mengisi bak tempat air wudlu. Tampak sudah cukup untuk dipakai wudlu para jama'ah shalat Magrib dan Isya', mereka pun menghentikan aktifitasnya. Satu dari mereka segera meraih mikrofon lusuh yang sudah penuh bisikan saat bersuara. Adzan pun berkumandang olehnya. Merdunya suara anak kecil itu. Para jama'ah pun bertanya-tanya, "Anak siapa itu? Alangkah indahnya, lantunan adzan yang dibawakannya." Semua bergegas memenuhi barisan shaf terdepan selepas berwudlu. Sembari menunggu imam, mereka bersama-sama melantunkan lagu-lagu Islami yang penuh makna. Orang menyebutnya sebagai "puji-pujian" yang bermuatan seruan-se...