Langsung ke konten utama

Banyak Baca, Banyak Lupanya


Oleh: Fattah Alfarhy

Manusia diciptakan sebagai makhluk pemikir. Dalam dirinya terdapat akal sebagai bekal hidup untuk membedakan benar dan salah. Akan menjadi pembeda manusia dengan makhluk lainnya. Di situlah keunikan penciptaan manusia, di mana mereka menjadi ciptaan yang paling unik sejagad raya. Karena akal menjadi satu keistimewaan yang diberikan Allah baginya.

Akan tetapi, kemuliaan itu tidak dapat bertahan jika tidak dapat dijaga sebaik-baiknya. Akal yang merupakan satu sisi kemuliaan manusia merupakan titik penentu baik dan buruk dirinya. Manusia berakal tentu akan berpikir. Sudah seharusnya mampu membedakan mana yang baik dan mana yang buruk. Jika tidak mampu menjaga keteguhan akal dalam dirinya, niscaya akan terjerumus ke jalan yang abu-abu. Tidak jelas di mana dan akan ke mana arahnya.

Maka, orang yang tidak mau berpikir tidak pernah merasa susah. Karena sudah cukup susah memikirkan kemalasan berpikirnya. Karena itu, agar akal mampu berfungsi optimal tentu butuh nutrisi. Bukan saja makanan yang sehat, tetapi asupan jiwa yang menyehatkan pula. Salah satunya adalah dengan membaca buku. Jika telah sampai pada level rajin membaca, setidaknya telah memiliki kebiasaan positif. Membaca akan mempengaruhi gaya berpikirnya akal yang dimiliki manusia.

Karena itu, salah satu bentuk kewaspadaan manusia yang merupakan makhluk pelupa adalah dengan banyak membaca. Namun, akan memprihatinkan bila banyak membaca juga banyak lupanya. Sehingga, berdalih lebih baik sedikit membaca biar sedikit juga lupanya. Akhirnya, sama-sama kelihatan malasnya. Yang satu rajin membaca, tapi malas berpikir. Yang satu lagi malas membaca, juga malas berpikir. Sehingga, tidak ada yang jelas mana yang akan mampu berpikir yang mendekati kebenaran.

Oleh karena itu, berpikir bukan saja aktifitas perenungan. Seseorang berpikir bukan berarti tanpa obyek pemikiran. Akan tetapi, seseorang berpikir itu karena sebuah kelaziman sebagai makhluk paling sempurna di dunia. Tanpa berpikir, tak ubahnya manusia itu hanya hidup, makan, berjalan apa adanya dan akan mati pada saatnya.

Maka, untuk mengikat isi dari bacaan dan pikiran itu tak ada salahnya untuk menulis. Perintahnya jelas membaca, lalu menulis, diulang lagi membaca dan menuliskannya kembali. Sehingga, pikiran itu akan senantiasa terpelihara dalam kebenaran yang perspektif bukan cuma normatif. []

Yogyakarta, 13 September 2018

#komunitasonedayonepost
#ODOP_6
#Day_11

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Adab Mencari Ilmu

Oleh: Fattah Alfarhy Menuntut ilmu harus ditunjukkan dengan sikap semangat dan sungguh-sungguh dalam belajar. Waktu tidak boleh terbuang sia-sia tanpa mendatangkan manfaat. Membaca dan memahami suatu materi pelajaran yang sudah atau belum dijelaskan guru, merupakan suatu kewajiban bagi setiap pelajar. Kalau menemukan kesulitan pada suatu persoalan, bertanya dan diskusi bersama teman merupakan suatu hal yang perlu dilakukan. Sehingga, tidak mudah beralih pada persoalan lain sebelum satu persoalan selesai dan dipahami dengan baik.  Adakalanya, tempat duduk yang telah ditentukan oleh seorang guru harus dipenuhi sebagai perintah yang tidak boleh dilanggar. Namun, apabila ada seorang teman yang menempati tempat tersebut, tidak perlu berkelahi atau saling memaksakan melainkan hal yang penting dilakukan ialah melaporkan ke guru yang semula menentukan tempat duduk tersebut.  Pada waktu pelajaran telah dimulai, segera bergegas tinggalkan obrolan bersama teman sekelas untu...

Adab Belajar, Mengkaji Ulang dan Berdiskusi

Oleh: Fattah Alfarhy Jika menginginkan hasil yang lebih baik dalam memahami suatu pelajaran, jangan sendirian ketika belajar. Barangkali dengan belajar bersama teman akan lebih mudah untuk bertukar pendapat dan bisa saling membantu dalam hal tersebut. Walaupun telah memahami suatu pelajaran, tidak sepatutnya meninggalkan buku pelajaran begitu saja. Sudah seharusnya tetap belajar dan berdiskusi dengan teman ialah lebih baik seakan-akan masih belajar di hadapan guru sebenarnya. Ketika belajar harus berlaku sopan terhadap siapa saja, sekalipun di hadapan teman sendiri. Tidak semestinya menunjukkan kepandaian apapun di hadapan teman dengan melecehkannya yang lebih lambat dalam memahami suatu pelajaran. Tidak perlu berdebat kusir yang berkepanjangan pada suatu hal yang jelas salahnya, dan jangan sampai membawa ilmu kepada jalan yang batil. Karena, ilmu itu amanah dari Allah Swt. yang harus dibawa dengan sebaik-baiknya dengan tidak menyia-nyiakannya. Sehingga, mengkaji ulang merupa...

Guru Ngaji

Oleh: Fattah Alfarhy Teringat di masa kecil, saat waktu menjelang Magrib. Lima belas menit lagi adzan akan berkumandang. Tampak dari kejauhan anak-anak berbaris dengan rapinya membawa kitab Turutan dalam dekapannya. Mereka berjalan penuh suka cita. Sesampainya di Musholla, mereka bergegas membantu teman-teman lainnya yang sedari tadi gotong royong mengisi bak tempat air wudlu. Tampak sudah cukup untuk dipakai wudlu para jama'ah shalat Magrib dan Isya', mereka pun menghentikan aktifitasnya. Satu dari mereka segera meraih mikrofon lusuh yang sudah penuh bisikan saat bersuara. Adzan pun berkumandang olehnya. Merdunya suara anak kecil itu. Para jama'ah pun bertanya-tanya, "Anak siapa itu? Alangkah indahnya, lantunan adzan yang dibawakannya." Semua bergegas memenuhi barisan shaf terdepan selepas berwudlu. Sembari menunggu imam, mereka bersama-sama melantunkan lagu-lagu Islami yang penuh makna. Orang menyebutnya sebagai "puji-pujian" yang bermuatan seruan-se...