Langsung ke konten utama

Tobat Bukan Soal Kesiapan

Oleh: Fattah Alfarhy

Manusia selalu punya keinginan. Bumi ini telah diciptakan untuknya sebagai tempat tinggal. Dia terpilih sebagai makhluk pemikul tanggung jawab atas hamparan bumi ini. Terpilihnya manusia, lantaran kedudukannya yang lebih mulia di atas makhluk yang lainnya. Karena, dia dibekali akal dan nafsu. Ditegaskan juga dalam al-Qur'an bahwa manusia tercipta sebagai makhluk paling indah dalam penciptaannya (lihat QS. At Tin: 4). Itulah sekilas sebab manusia teramat istimewa di dunia ini.

Terlepas dari semua yang ada, manusia telah mengukir sejarah baik dan buruk sejak awal penciptaannya. Semenjak dia (baca= Adam) berada di surga, setidaknya telah melakukan pelanggaran atas larangan Tuhan. Ini menjadikannya diusir dari surga. Atas dasar itulah, manusia sangat rentan melakukan pelanggaran. Dan jika itu dilakukan terhadap larangan Tuhan, maka dosa yang akan didapatnya. Sehingga, dosa merupakan hal yang lumrah terjadi pada diri seorang manusia. Karena, sejarah telah mencatat kejadian tersebut menimpa manusia pertama, yaitu Nabi Adam.

Dosa merupakan satu hal yang lumrah terjadi pada diri manusia. Wujudnya tidak nampak, tapi dampaknya menyiksa batin dan jiwa. Dosa terlalu pahit untuk dibiasakan. Namun, manusia akan terbiasa untuk melakukannya sampai dia benar-benar mau bertobat. Dosa bisa berupa keburukan yang sifatnya melanggar hukum. Bahkan, sesuatu yang abstrak sekali pun bisa menjadi dosa. Karena, dosa tidak harus berupa sesuatu yang konkret tampak secara fisik dan kasat mata.

Contohnya, riya dan takabbur termasuk dosa yang tampak dari perilaku seseorang. Dalam hal ini, keduanya dikategorikan sebagai sifat yang dapat melekat pada seseorang. Manusia bisa menjadi subyek maupun obyek dari kedua sifat tersebut. Maka, secara tidak langsung dua sifat tersebut akan menumpuk dosa dalam diri manusia. Jika itu dosa kecil, bisa gugur dengan kegiatan-kegiatan kebaikan yang dibiasakan sehari-hari. Amalan-amalan sunnah yang dibiasakan setelah shalat atau pun di luarnya akan perlahan menghapus dosa kecil tersebut.

Adapun contoh lainnya, bisa dilihat dalam kasus pembunuhan. Seseorang yang membunuh jelas melakukan dosa besar. Karena tanpa dasar yang benar. Selain jelas melanggar HAM, itu termasuk mencederai nilai-nilai kemanusiaan yang seharusnya dijaga. Dosa seperti ini sangat nampak oleh mata. Jelas subyek maupun obyeknya. Maka, dosa membunuh dikategorikan dosa besar. Jika tidak bertaubat dosanya tidak akan diampuni oleh Allah.

Oleh karena itu, tobat bukan soal siap atau tidak. Akan tetapi, lebih dalam upaya menyadari diri sebagai manusia yang rentan berbuat dosa. Hari ini bersikap baik pada seseorang, esok hari belum tentu bisa begitu lagi. Begitulah adanya sifat manusia. Selalu berubah tanpa sebab yang pasti. Karena itu, tobat merupakan jalan satu-satunya untuk memohon ampun kepada Allah.

Yogyakarta, 28 September 2018

#KomunitasODOP
#ODOP_6
#Day_21

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Adab Mencari Ilmu

Oleh: Fattah Alfarhy Menuntut ilmu harus ditunjukkan dengan sikap semangat dan sungguh-sungguh dalam belajar. Waktu tidak boleh terbuang sia-sia tanpa mendatangkan manfaat. Membaca dan memahami suatu materi pelajaran yang sudah atau belum dijelaskan guru, merupakan suatu kewajiban bagi setiap pelajar. Kalau menemukan kesulitan pada suatu persoalan, bertanya dan diskusi bersama teman merupakan suatu hal yang perlu dilakukan. Sehingga, tidak mudah beralih pada persoalan lain sebelum satu persoalan selesai dan dipahami dengan baik.  Adakalanya, tempat duduk yang telah ditentukan oleh seorang guru harus dipenuhi sebagai perintah yang tidak boleh dilanggar. Namun, apabila ada seorang teman yang menempati tempat tersebut, tidak perlu berkelahi atau saling memaksakan melainkan hal yang penting dilakukan ialah melaporkan ke guru yang semula menentukan tempat duduk tersebut.  Pada waktu pelajaran telah dimulai, segera bergegas tinggalkan obrolan bersama teman sekelas untu...

Adab Belajar, Mengkaji Ulang dan Berdiskusi

Oleh: Fattah Alfarhy Jika menginginkan hasil yang lebih baik dalam memahami suatu pelajaran, jangan sendirian ketika belajar. Barangkali dengan belajar bersama teman akan lebih mudah untuk bertukar pendapat dan bisa saling membantu dalam hal tersebut. Walaupun telah memahami suatu pelajaran, tidak sepatutnya meninggalkan buku pelajaran begitu saja. Sudah seharusnya tetap belajar dan berdiskusi dengan teman ialah lebih baik seakan-akan masih belajar di hadapan guru sebenarnya. Ketika belajar harus berlaku sopan terhadap siapa saja, sekalipun di hadapan teman sendiri. Tidak semestinya menunjukkan kepandaian apapun di hadapan teman dengan melecehkannya yang lebih lambat dalam memahami suatu pelajaran. Tidak perlu berdebat kusir yang berkepanjangan pada suatu hal yang jelas salahnya, dan jangan sampai membawa ilmu kepada jalan yang batil. Karena, ilmu itu amanah dari Allah Swt. yang harus dibawa dengan sebaik-baiknya dengan tidak menyia-nyiakannya. Sehingga, mengkaji ulang merupa...

Guru Ngaji

Oleh: Fattah Alfarhy Teringat di masa kecil, saat waktu menjelang Magrib. Lima belas menit lagi adzan akan berkumandang. Tampak dari kejauhan anak-anak berbaris dengan rapinya membawa kitab Turutan dalam dekapannya. Mereka berjalan penuh suka cita. Sesampainya di Musholla, mereka bergegas membantu teman-teman lainnya yang sedari tadi gotong royong mengisi bak tempat air wudlu. Tampak sudah cukup untuk dipakai wudlu para jama'ah shalat Magrib dan Isya', mereka pun menghentikan aktifitasnya. Satu dari mereka segera meraih mikrofon lusuh yang sudah penuh bisikan saat bersuara. Adzan pun berkumandang olehnya. Merdunya suara anak kecil itu. Para jama'ah pun bertanya-tanya, "Anak siapa itu? Alangkah indahnya, lantunan adzan yang dibawakannya." Semua bergegas memenuhi barisan shaf terdepan selepas berwudlu. Sembari menunggu imam, mereka bersama-sama melantunkan lagu-lagu Islami yang penuh makna. Orang menyebutnya sebagai "puji-pujian" yang bermuatan seruan-se...