Langsung ke konten utama

Tentang Penantian

Oleh: Fattah Alfarhy

Dalam kedudukan sesungguhnya, menanti itu mulia. Menanti bersinonim dengan menunggu. Seseorang yang menunggu tentu butuh waktu. Kenyamanan waktu tunggu juga dipengaruhi tempatnya. Lengkap sudah orang yang menunggu itu butuh waktu dan perlu di tempat yang nyaman.

Seandainya orang tersebut menunggu tidak pada tempat yang nyaman, tentu akan terasa berbeda. Karena menunggu itu butuh waktu, setidaknya harus pandai-pandai memilih tempat untuk menghabiskan waktu tersebut. Lebih jauh lagi, ternyata menunggu itu butuh kepastian. Misalnya, sudah seminggu yang lalu akan ketemuan di sebuah pusat perbelanjaan, ternyata ditunggu berjam-jam tidak jual datang. Betapa jengkel rasanya hati si penunggu. Sudah menghabiskan waktu, janjiannya ternyata tidak ditepati.

Dalam masa penantian semacam ini, tentu berbeda dengan Rasulullah Saw. pada masanya. Beliau merupakan teladan bagi manusia di seluruh alam. Keteladannya dalam soal kesabaran tiada tandingannya. Betapa, sabarnya seorang rasul yang sanggup menanti turunnya wahyu hingga 23 tahun. Itu merupakan perjuangan sangat juru dakwah Islam.

Bayangkan, Rasulullah saja rela untuk menunggu bertahun-tahun demi tegaknya Islam di tanah Arab. Penantian Rasulullah tidak main-main. Wahyu selalu dinantikan untuk membimbing perjalanan Islam kala itu. Menantikan wahyu, selama itu tentu menjemukan untuk kalangan orang awam. Terlebih lagi bagi generasi milenial yang selalu ingin instan dan cepat.

Sekarang banyak sekali program menghafal Al-Quran cepat. Ada yang program setahun, 10 bulan, bahkan hingga sebulan bisa khatam hafalan 30 juz. Padahal kalau mau ingat sejarah, rasulullah saja seorang istimewa oleh Allah diberikan wahyu Al-Quran secara berangsur-angsur selama 23 tahun. Sekarang, sungguh berbeda dan nyaris tidak mudah untuk bersabar dalam menghafal Al-Quran. Semua ingin cepat, ingin langsung mendapat gelar hafal Al-Quran. Namun, dalam prosesnya ingin yang instan atau bahkan tidak mau kesulitan.

Karena itu, menanti anugerah dari Allah, berupa kemudahan menghafal Al-Quran merupakan perkara yang bukan mudah. Ada rasa bosan, rasa malas, bahkan rasa tak karuan yang silih berganti datangnya. Semua itu akan menjadi ujian untuk masa penantian panjang dalam proses yang teramat rumit. Tapi, semua itu akan menuai hikmah besar di akhirnya. Jika diberikan kemudahan cepat khatam Al-Qurannya, tentu akan lebih berat perjuangan selanjutnya. Sebaliknya, jika diberikan kesulitan di awal menghafal Al-Quran, yakinlah di akhir nanti akan banyak kemudahan dirasakan dalam menjaga dan mengulangnya.

Yogyakarta, 22 September 2018

#komunitasonedayonepost
#ODOP_6
#Day_17

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Adab Mencari Ilmu

Oleh: Fattah Alfarhy Menuntut ilmu harus ditunjukkan dengan sikap semangat dan sungguh-sungguh dalam belajar. Waktu tidak boleh terbuang sia-sia tanpa mendatangkan manfaat. Membaca dan memahami suatu materi pelajaran yang sudah atau belum dijelaskan guru, merupakan suatu kewajiban bagi setiap pelajar. Kalau menemukan kesulitan pada suatu persoalan, bertanya dan diskusi bersama teman merupakan suatu hal yang perlu dilakukan. Sehingga, tidak mudah beralih pada persoalan lain sebelum satu persoalan selesai dan dipahami dengan baik.  Adakalanya, tempat duduk yang telah ditentukan oleh seorang guru harus dipenuhi sebagai perintah yang tidak boleh dilanggar. Namun, apabila ada seorang teman yang menempati tempat tersebut, tidak perlu berkelahi atau saling memaksakan melainkan hal yang penting dilakukan ialah melaporkan ke guru yang semula menentukan tempat duduk tersebut.  Pada waktu pelajaran telah dimulai, segera bergegas tinggalkan obrolan bersama teman sekelas untu...

Adab Belajar, Mengkaji Ulang dan Berdiskusi

Oleh: Fattah Alfarhy Jika menginginkan hasil yang lebih baik dalam memahami suatu pelajaran, jangan sendirian ketika belajar. Barangkali dengan belajar bersama teman akan lebih mudah untuk bertukar pendapat dan bisa saling membantu dalam hal tersebut. Walaupun telah memahami suatu pelajaran, tidak sepatutnya meninggalkan buku pelajaran begitu saja. Sudah seharusnya tetap belajar dan berdiskusi dengan teman ialah lebih baik seakan-akan masih belajar di hadapan guru sebenarnya. Ketika belajar harus berlaku sopan terhadap siapa saja, sekalipun di hadapan teman sendiri. Tidak semestinya menunjukkan kepandaian apapun di hadapan teman dengan melecehkannya yang lebih lambat dalam memahami suatu pelajaran. Tidak perlu berdebat kusir yang berkepanjangan pada suatu hal yang jelas salahnya, dan jangan sampai membawa ilmu kepada jalan yang batil. Karena, ilmu itu amanah dari Allah Swt. yang harus dibawa dengan sebaik-baiknya dengan tidak menyia-nyiakannya. Sehingga, mengkaji ulang merupa...

Guru Ngaji

Oleh: Fattah Alfarhy Teringat di masa kecil, saat waktu menjelang Magrib. Lima belas menit lagi adzan akan berkumandang. Tampak dari kejauhan anak-anak berbaris dengan rapinya membawa kitab Turutan dalam dekapannya. Mereka berjalan penuh suka cita. Sesampainya di Musholla, mereka bergegas membantu teman-teman lainnya yang sedari tadi gotong royong mengisi bak tempat air wudlu. Tampak sudah cukup untuk dipakai wudlu para jama'ah shalat Magrib dan Isya', mereka pun menghentikan aktifitasnya. Satu dari mereka segera meraih mikrofon lusuh yang sudah penuh bisikan saat bersuara. Adzan pun berkumandang olehnya. Merdunya suara anak kecil itu. Para jama'ah pun bertanya-tanya, "Anak siapa itu? Alangkah indahnya, lantunan adzan yang dibawakannya." Semua bergegas memenuhi barisan shaf terdepan selepas berwudlu. Sembari menunggu imam, mereka bersama-sama melantunkan lagu-lagu Islami yang penuh makna. Orang menyebutnya sebagai "puji-pujian" yang bermuatan seruan-se...