Oleh: Fattah Alfarhy
Sampai sekarang selalu gampang untuk ketemu orang yang bebal dan susah untuk beri nasihat. Di samping orang tersebut sudah merasa pintar, juga memiliki sifat sombong tujuh turunan. Seakan-akan tidak butuh siapapun lagi, karena segalanya telah dia punyai. Mau makan apa saja, serba ada. Harta melimpah tanpa kerja keras dan peras keringat. Selayaknya penguasa, para pelayan berjajar menunggu perintah tuannya.
Jadi ingat kisah Raja Firaun. Semua tahu kalau Firaun terkenal akan kesombongannya. Tidak mau kompromi dengan siapapun. Semena-mena terhadap rakyatnya. Mentang-mentang menjadi penguasa, menjadikannya bertindak seenaknya. Anehnya, bayi laki-laki tidak diperkenankan hidup kala itu. Barangkali karena takut nanti akan menjadi pesaingnya. Tapi, bagaimana pun keadaannya Firaun tetaplah raja yang angkuh dan paling sombong sedunia.
Dikatakan, dia tidak pernah sakit. Kedigdayaannya berkuasa di tanah Mesir saat itu, sampai-sampai membuatnya mengaku sebagai Tuhan. Sungguh keterlaluan raja satu ini. Kalau sudah merasa menjadi Tuhan, lantas siapa yang akan mampu untuk memberi masukan berupa saran dan nasihat. Yang ada, malah tidak terima dan bisa saja marah-marah.
Oleh karena itu, ketika memberi nasihat tidak perlu yang sulit-sulit. Lebih baik memberikan analogi yang mudah, tapi mengena. Daripada dengan dalil yang tinggi-tinggi, pada ujungnya tidak mudah untuk dipahami. Nasihat itu pada intinya bisa diterima dan diamalkan. Kalau nasihat itu cuma didengar dan hilang, sangat disayangkan telah menyampaikannya dengan begitu susah payah. Sehingga, yang perlu diperhatikan sebelum memberi nasihat adalah pendengarnya.
Seberapa pandai pendengar itu, nasihat pula harus disesuaikan. Kesesuaian baik dalam bahasa, bobot dan isi nasihat yang disampaikan. Kalau menasihati tukang becak, tidak patut dengan bahasa tinggi dan ilmiah. Yang terpenting adalah nasihat itu dapat dicerna dan meresap ke hatinya. Maka, sebelum memberi nasihat pastikan dulu jika pendengarnya bukanlah seorang yang sombong dan bebal hatinya. Supaya nanti, si pemberi nasihat pun dapat menyesuaikan kondisi dengan lebih leluasa dan tidak belepotan isinya.
Berkaitan dengan ayat al-Qur'an dan hadis, memang sangat baik untuk dijadikan inti nasihat. Tetap saja perlu diingat, utamakan pendengarnya daripada materi nasihat yang ingin disampaikan. Maka, menyarikan isi ayat maupun hadis lebih dianjurkan. Gunanya, supaya kemudahan dapat dirasakan antara si pemberi dan si penerima nasihat tersebut. Dalam praktiknya tetap utama nasihat dengan ayat al-Qur'an dan hadis. Tapi, mengingat banyaknya tipe penerima nasihat tersebut dalam satu waktu tertentu, agaknya perlu dipermudah muatan isi yang disampaikan. Intinya bisa memberi nasihat dan siap untuk dinasihati. []
Yogyakarta, 6 September 2018
#komunitasonedayonepost
#ODOP_6
#Day_4
Komentar
Posting Komentar