Langsung ke konten utama

Biografi Buya Hamka


Siapa yang tidak kenal dengan Buya Hamka? Beliau merupakan salah seorang ulama yang juga aktifis politik dan penulis terkemuka di Indonesia. Hamka sendiri merupakan akronim dari Haji Abdul Malik bin Abdul Karim Amrullah. Lahir tanggal 17 Februari 1908, di kampung Molek, Maninjau, Sumatera Barat. Ayahnya bernama Syeikh Abdul Karim bin Amrullah. Beliau merupakan seorang pelopor Gerakan Islah (Tajdid) di Minangkabau, setelah kembali dari Makkah.

Semasa kecilnya, Hamka memperoleh pendidikan dasar di SD Maninjau. Namun, sekolahnya cuma sampai kelas dua saja. Setelah menginjak usia 10 tahun, Hamka mengikuti pendidikan di lembaga yang didirikan ayahnya. Di Sumatera Thawalib itulah, Hamka mempelajari agama dan bahasa Arab. Selain itu, juga aktif mengikuti pengajian dan pengajaran agama.

Mengawali karirnya, Hamka menjadi guru agama di perkebunan Tebing Tinggi dan Medan, pada tahun 1927 dan 1929. Beliau juga pernah menjabat sebagai rektor Perguruan Tinggi Islam di Jakarta. Sampai akhirnya, jabatan pemerintah sebagai Menteri Agama pun pernah didudukinya. Namun, beliau akhirnya meletakkan jabatan tersebut karena aktif di kegiatan Masyumi saat itu.

Beliau dikenal sebagai seseorang yang otodidak dalam mempelajari berbagai disiplin ilmu pengetahuan. Selain, pandai ilmu agama juga pandai ilmu filsafat, sastra, sejarah dan politik. Kesemuanya dikuasainya secara otodidak. Itu semua berkat kemahirannya dalam bahasa Arab.

Sebagai penulis yang kreatif, beliau sangat piawai dalam menghasilkan karya berupa cerpen maupun novel. Sedangkan karya ilmiah terbesarnya adalah Tafsir Al-Azhar sejumlah 5 jilid. Karya-karya tersebut banyak mendapat perhatian dari berbagai kalangan. Berkat semua itulah, beliau pernah menerima anugerah pada peringkat nasional dan antarbangsa. Di antaranya adalah gelar Doctor Honoris Causa dari Universitas Al-Azhar tahun 1958 dan juga dari Universitas Kebangsaan Malaysia tahun 1974. Gelar lain yang disandangnya adalah gelar Datuk Indonesia dan Pangeran Wiroguno. Kedua gelar tersebut diberikan oleh pemerintah Indonesia.

Sosok Hamka akan senantiasa dikenang oleh kaum muslimin sebagai ulama yang turut menyumbangkan buah pemikiran dan jasanya untuk Islam di Indonesia. Beliau layak mendapatkan anugerah terbaik dari para pemuja dan pengikutnya. Akhirnya, pada 24 Juli 1981, Hamka pulang ke rahmatullah. Namun jasa dan pengaruhnya masih terasa sehingga kini dalam memartabatkan agama Islam. Beliau tidak hanya dikenal sebagai ulama dan sastrawan di Indonesia, tetapi Malaysia dan Singapura pun turut mengakuinya.

Yogyakarta, 14 Oktober 2018

#KomunitasODOP
#ODOP_6
#Tantangan_5

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Adab Mencari Ilmu

Oleh: Fattah Alfarhy Menuntut ilmu harus ditunjukkan dengan sikap semangat dan sungguh-sungguh dalam belajar. Waktu tidak boleh terbuang sia-sia tanpa mendatangkan manfaat. Membaca dan memahami suatu materi pelajaran yang sudah atau belum dijelaskan guru, merupakan suatu kewajiban bagi setiap pelajar. Kalau menemukan kesulitan pada suatu persoalan, bertanya dan diskusi bersama teman merupakan suatu hal yang perlu dilakukan. Sehingga, tidak mudah beralih pada persoalan lain sebelum satu persoalan selesai dan dipahami dengan baik.  Adakalanya, tempat duduk yang telah ditentukan oleh seorang guru harus dipenuhi sebagai perintah yang tidak boleh dilanggar. Namun, apabila ada seorang teman yang menempati tempat tersebut, tidak perlu berkelahi atau saling memaksakan melainkan hal yang penting dilakukan ialah melaporkan ke guru yang semula menentukan tempat duduk tersebut.  Pada waktu pelajaran telah dimulai, segera bergegas tinggalkan obrolan bersama teman sekelas untu...

Adab Belajar, Mengkaji Ulang dan Berdiskusi

Oleh: Fattah Alfarhy Jika menginginkan hasil yang lebih baik dalam memahami suatu pelajaran, jangan sendirian ketika belajar. Barangkali dengan belajar bersama teman akan lebih mudah untuk bertukar pendapat dan bisa saling membantu dalam hal tersebut. Walaupun telah memahami suatu pelajaran, tidak sepatutnya meninggalkan buku pelajaran begitu saja. Sudah seharusnya tetap belajar dan berdiskusi dengan teman ialah lebih baik seakan-akan masih belajar di hadapan guru sebenarnya. Ketika belajar harus berlaku sopan terhadap siapa saja, sekalipun di hadapan teman sendiri. Tidak semestinya menunjukkan kepandaian apapun di hadapan teman dengan melecehkannya yang lebih lambat dalam memahami suatu pelajaran. Tidak perlu berdebat kusir yang berkepanjangan pada suatu hal yang jelas salahnya, dan jangan sampai membawa ilmu kepada jalan yang batil. Karena, ilmu itu amanah dari Allah Swt. yang harus dibawa dengan sebaik-baiknya dengan tidak menyia-nyiakannya. Sehingga, mengkaji ulang merupa...

Guru Ngaji

Oleh: Fattah Alfarhy Teringat di masa kecil, saat waktu menjelang Magrib. Lima belas menit lagi adzan akan berkumandang. Tampak dari kejauhan anak-anak berbaris dengan rapinya membawa kitab Turutan dalam dekapannya. Mereka berjalan penuh suka cita. Sesampainya di Musholla, mereka bergegas membantu teman-teman lainnya yang sedari tadi gotong royong mengisi bak tempat air wudlu. Tampak sudah cukup untuk dipakai wudlu para jama'ah shalat Magrib dan Isya', mereka pun menghentikan aktifitasnya. Satu dari mereka segera meraih mikrofon lusuh yang sudah penuh bisikan saat bersuara. Adzan pun berkumandang olehnya. Merdunya suara anak kecil itu. Para jama'ah pun bertanya-tanya, "Anak siapa itu? Alangkah indahnya, lantunan adzan yang dibawakannya." Semua bergegas memenuhi barisan shaf terdepan selepas berwudlu. Sembari menunggu imam, mereka bersama-sama melantunkan lagu-lagu Islami yang penuh makna. Orang menyebutnya sebagai "puji-pujian" yang bermuatan seruan-se...