Langsung ke konten utama

Tersebab Tidak Paham, Maka Harus Menulis

Oleh: Fattah Alfarhy
Sumber: kompasiana.com
"Aku menulis bukan karena aku memahami dunia, melainkan karena aku tidak memahaminya ,"(Gerald Murnane).
Barangkali selama ini banyak yang beranggapan bahwa penulis merupakan yang paling paham dengan tulisannya. Sebelum tulisan itu ditulis, penulis dianggap selalu paham dengan materi yang akan ditulisnya. Dari situlah muncul pemahaman bahwa menulis itu sulit karena tidak paham. Karena tidak paham, wajarlah kalau tidak perlu menulis. Mereka pun takut kalau menuliskan sesuatu yang tidak dipahami dengan baik akan menyesatkan.

Akan tetapi, menyimak ungkapan di atas serasa ada pemecut semangat lagi untuk menulis. Kalau dulu menulis harus nunggu paham dulu, sekarang tidak perlu berpikir jauh dulu. Cukup beranikan diri dan menuliskan apa yang berhasil kita dapatkan. Persoalan paham dan tidak itu adalah tentang kemauan. Jika ketidakpahaman terhadap suatu persoalan dijadikan alasan enggan menulis, maka tidak akan muncul tulisan seorang penulis. Karena itu, menulis itu terjadi akibat sebuah dorongan ingin memahami sesuatu. Ketidakpahaman itulah justru yang harus mendorong untuk menulis.

Dengan menulis, kita akan mulai membaca. Karena sebab banyak membaca itulah, seseorang akan menjadi paham seiring kebiasaan positif yang dilakukannya. Membaca merupakan pasangan terdekat untuk kegiatan menulis. Maka, menulis tanpa membaca rasanya tidak akan pernah paham. Dan yang paling menakutkan adalah gagal paham terhadap tulisan. Menulis harus seimbang dengan membaca. Agar tulisan yang dihasilkan itu memuat ilmu yang telah kita peroleh sejauh dan seluas wawasan bacaan yang dilahap.

Dengan demikian, menulis itu memang sulit. Tapi, lebih sulit dan menyakitkan, jika sudah tidak paham dan malas menulis. Orang yang seperti ini akan mengalami rasa sakit sepanjang masa dalam jiwanya karena kebodohan yang Ia derita. Karenanya, sebaiknya menulis itu dijadikan alasan untuk belajar. Setidaknya, belajar untuk memahami diri sendiri. Dan yang lebih luas lagi, menulis dilakukan dalam rangka untuk mencari pemahaman suatu persoalan. Setelah paham bisa dituliskan kembali dalam penjelasan yang lebih luas untuk khalayak umum. Dari sinilah menulis dipahami dalam rangka untuk mencari paham, bukan semata-mata karena sudah paham.

Yogyakarta, 04 Oktober 2018

#KomunitasODOP

#ODOP_6

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Adab Mencari Ilmu

Oleh: Fattah Alfarhy Menuntut ilmu harus ditunjukkan dengan sikap semangat dan sungguh-sungguh dalam belajar. Waktu tidak boleh terbuang sia-sia tanpa mendatangkan manfaat. Membaca dan memahami suatu materi pelajaran yang sudah atau belum dijelaskan guru, merupakan suatu kewajiban bagi setiap pelajar. Kalau menemukan kesulitan pada suatu persoalan, bertanya dan diskusi bersama teman merupakan suatu hal yang perlu dilakukan. Sehingga, tidak mudah beralih pada persoalan lain sebelum satu persoalan selesai dan dipahami dengan baik.  Adakalanya, tempat duduk yang telah ditentukan oleh seorang guru harus dipenuhi sebagai perintah yang tidak boleh dilanggar. Namun, apabila ada seorang teman yang menempati tempat tersebut, tidak perlu berkelahi atau saling memaksakan melainkan hal yang penting dilakukan ialah melaporkan ke guru yang semula menentukan tempat duduk tersebut.  Pada waktu pelajaran telah dimulai, segera bergegas tinggalkan obrolan bersama teman sekelas untu...

Adab Belajar, Mengkaji Ulang dan Berdiskusi

Oleh: Fattah Alfarhy Jika menginginkan hasil yang lebih baik dalam memahami suatu pelajaran, jangan sendirian ketika belajar. Barangkali dengan belajar bersama teman akan lebih mudah untuk bertukar pendapat dan bisa saling membantu dalam hal tersebut. Walaupun telah memahami suatu pelajaran, tidak sepatutnya meninggalkan buku pelajaran begitu saja. Sudah seharusnya tetap belajar dan berdiskusi dengan teman ialah lebih baik seakan-akan masih belajar di hadapan guru sebenarnya. Ketika belajar harus berlaku sopan terhadap siapa saja, sekalipun di hadapan teman sendiri. Tidak semestinya menunjukkan kepandaian apapun di hadapan teman dengan melecehkannya yang lebih lambat dalam memahami suatu pelajaran. Tidak perlu berdebat kusir yang berkepanjangan pada suatu hal yang jelas salahnya, dan jangan sampai membawa ilmu kepada jalan yang batil. Karena, ilmu itu amanah dari Allah Swt. yang harus dibawa dengan sebaik-baiknya dengan tidak menyia-nyiakannya. Sehingga, mengkaji ulang merupa...

Guru Ngaji

Oleh: Fattah Alfarhy Teringat di masa kecil, saat waktu menjelang Magrib. Lima belas menit lagi adzan akan berkumandang. Tampak dari kejauhan anak-anak berbaris dengan rapinya membawa kitab Turutan dalam dekapannya. Mereka berjalan penuh suka cita. Sesampainya di Musholla, mereka bergegas membantu teman-teman lainnya yang sedari tadi gotong royong mengisi bak tempat air wudlu. Tampak sudah cukup untuk dipakai wudlu para jama'ah shalat Magrib dan Isya', mereka pun menghentikan aktifitasnya. Satu dari mereka segera meraih mikrofon lusuh yang sudah penuh bisikan saat bersuara. Adzan pun berkumandang olehnya. Merdunya suara anak kecil itu. Para jama'ah pun bertanya-tanya, "Anak siapa itu? Alangkah indahnya, lantunan adzan yang dibawakannya." Semua bergegas memenuhi barisan shaf terdepan selepas berwudlu. Sembari menunggu imam, mereka bersama-sama melantunkan lagu-lagu Islami yang penuh makna. Orang menyebutnya sebagai "puji-pujian" yang bermuatan seruan-se...