Oleh: Fattah Alfarhy
![]() |
Sumber: https://media.beritagar.id |
"Menulis adalah seni yang begitu rumit, sungguh rumit memahami apa yang Anda coba keluarkan dari imajinasi Anda sendiri, dari kehidupan Anda sendiri ." (William Kennedy).
Seseorang tentu pernah menuliskan pengalaman. Baik
pengalaman pribadi ketika masih sekolah, bersama teman sepermainan dan bisa
juga pengalaman ketika bekerja. Semua itu membutuhkan ingatan yang tidak perlu
diimajinasikan. Akan tetapi, dalam satu kondisi imajinasi menjadi penting
karena tidak semua peristiwa yang dialami tersebut teringat secara detail.
Pengalaman butuh diingat untuk kemudian dituliskan dalam sebuah catatan harian
misalnya. Jika tidak pandai untuk berimajinasi, rasanya sulit untuk
merangkaikan satu kalimat saja yang mewakili pengalaman masa lampau yang sempat
dialami pribadi.
Terkadang mengingat peristiwa itu mudah. Seakan kita berada
pada masa itu kembali. Namun, dalam kondisi yang penting untuk menuliskan
rasanya sangat sulit untuk memahami alur peristiwa yang berupa pengalaman.
Maka, salah satu caranya adalah menaklukkan rasa sulit untuk sekedar
merangkaikan kalimat per kalimat dalam sebuah paragraf. Dan kemudian itu akan
terangkai satu baris demi baris yang akhirnya menjadi catatan pengalaman yang
utuh. Inilah yang sangat diharapkan oleh sekian penulis pemula yang hobinya
menuliskan pengalaman.
Barangkali benar, jika dikatakan menulis itu seni yang
rumit. Karena merupakan sebuah seni, menulis tidak cukup hanya dengan semangat
belaka. Lebih dari itu, menulis perlu melibatkan perasaan untuk menaklukkan
kata-kata yang berserakan dirangkai menjadi sebuah kalimat, paragraf dan
menjadi sebuah cerita utuh. Itu baru soal pengalaman yang sangat memungkinkan
pengalaman itu dialami oleh diri sendiri. Menuliskan saja sudah sulit minta
ampun, apalagi jika menuliskan pengalaman atau cerita orang lain yang belum
tentu dipahami secara utuh. Sehingga, melibatkan daya imajinasi dan perasaan
merupakan satu cara yang jitu untuk menulis cerita yang berbasis pengalaman.
Dengan demikian, pengalaman itu akan menjadi cerita demi
cerita yang utuh yang kemudian berpotensi mempengaruhi pembaca. Kalau pun
pengalaman itu tidak mengesankan bagi penulis, dengan melibatkan perasaan
ketika menulis akan bisa saja menyihir pembaca untuk masuk ke dalam pengalaman
tersebut. Dari sinilah, menulis itu bukan suatu pekerjaan yang kaku dan
menghasilkan sesuatu yang keras untuk dikonsumsi publik. Dengan kelembutan dan
kelihaian memainkan perasaan, menulis itu akan menjadi seni yang sangat dinanti
dan mudah diterima kalangan pembaca. Kalau saja cerita itu tidak menarik, tidak
jadi masalah asalkan bisa memberi pemahaman dan inspirasi kepada pembaca.
Yogyakarta, 06 Oktober 2018
#KomunitasODOP
#ODOP_6
Komentar
Posting Komentar