Langsung ke konten utama

Sekolah Pendengar

Oleh: Fattah Alfarhy

Sejenak kita berpikir tentang dunia pendidikan. Tidak perlu membahas soal sistem pendidikan yang rumit. Tidak usah terlalu gegabah menyebut pendidikan yang mundur dan sebagainya. Namun, justru perlu bertanya kepada diri sendiri tentang kesiapan menjadi pendengar bijak. Agaknya berlebihan, tapi semoga bisa menjadi sentilan ringan bagi kita semua. Tanpa memandang kedudukan sebagai guru, orang tua dan murid.

Bicara mengenai sekolah, semua pernah menjadi bagian di dalamnya. Entah sebagai murid, pengurus, tukang kebun sampai menjadi guru yang selalu setia memberi ilmu di sekolah. Tanpa guru dan murid, apa mungkin sekolah itu berjalan. Sekolah menjadi hidup dengan kehadiran orang-orang di dalamnya. Dengan kehadiran mereka sistem pendidikan di sekolah itu berjalan. Setidaknya bukan sekadar memberikan pelajaran 1+1 = 2. Lebih dari itu, sekolah menjadi rumah istimewa untuk transformasi ilmu kepada para pembelajar sejati.

Tak peduli guru atau murid, sekolah menjadi tempat penting bagi keduanya. Di dalamnya terjadi interaksi sosial satu dengan lainnya. Saling memberi, saling mengerti, saling mengingat hingga saling mendengar. Sekolah menyediakan segalanya menjadi ada untuk sekadar belajar kehidupan sosial. Dari sana akan muncul rasa ketergantungan, kasih sayang dan persahabatan antara keduanya secara proporsional. Ada koridor masing-masing yang tidak boleh disamakan. Begitu pula ada ruang kesatuan yang tidak bisa terpisahkan antara mereka.

Seorang pembelajar sejati bukannya harus membaca buku terus menerus. Bukan pula yang pandai perkalian 1 sampai 10, hingga berhasil mengalikan 10x10 = 100. Namun, mereka adalah orang-orang yang senantiasa berjuang menjalankan sistem dengar bijak dari dan olehnya sendiri. Seperti guru selalu berupaya mendengar kritikan murid walau sekadar memberi ruang pendapat. Dengan begitu, murid terlatih untuk beropini tentang keadaan yang sesekali kurang nyaman di kelasnya.

Sebaliknya, guru harus selalu memberi nasihat sebagai bentuk pengasuhan dan perhatian kepada muridnya. Hubungan timbal balik berikut ini sebagai bentuk konkret sang pembelajar sejati. Keduanya belajar mendengar dari orang lain yang menyatakan pendapat. Antara mendengar dan didengar menjadi harmonis kala keduanya saling memberi ruang keterbukaan. Karenanya, sekolah itu seharusnya menjadi tempat belajar untuk para pendengar. Mendengar merupakan satu interaksi penting yang harus terwujud di dalamnya.

Di masa sekarang ini yang mengajarkan mendengar paling baik cuma sekolah tentara. Kalau tidak mau mendengar, langsung dihukum di tempat. Bisa berupa push up, lari jongkok sampai diturunkan pangkatnya oleh atasan kepada bawahan. Semua itu lazim terjadi hanya gara-gara tidak menjadi pendengar yang baik. Seperti itulah seharusnya murid di hadapan gurunya. Masuk kelas duduk tenang, tanpa suara lirih apa pun disambung dengan berdoa. Tidak ada sepatah kata pun bermula kecuali dari guru. Permulaan inilah yang akan menuntun generasi pendengar yang baik.

Sekolah sebagai gudang ilmu dan nasihat akan terwujud bila banyak pendengar yang terpelajar. Segala perkataan yang diucapkan guru menjadi penting. Seakan-akan tiada kebenaran terucap kecuali olehnya. Menjadikan kedudukan guru seperti dewa yang tidak boleh ditentang titahnya. Nasihat itu akan tertancap dalam hati bila pendengarnya bijak. Semua perkataan yang didengar menjadi bahan renungan untuk kemudian dipilah-pilah intisarinya. Sependek kalimat guru menjadi inspirasi. Sepanjang nasihat guru menjadi petunjuk suci. Sehingga, mengikuti guru dalam kebaikan adalah wajib hukumnya.

Oleh karena itu, mendengar bukan saja kewajiban bagi tentara. Murid pun harus menjadi pendengar yang baik untuk segala pelajaran oleh gurunya. Murid belajar mendengar, guru belajar didengar. Keduanya harus menjadi manusia pendengar bila ingin mencapai predikat pembelajar sejati. Sehingga, ke depannya sekolah harus menciptakan generasi pendengar yang taat. Bukan saja menjadi pelajar pintar tak pandai mendengar. Dan akhirnya, belajar mendengar itu lebih utama daripada bicara seenaknya.

#KomunitasODOP
#ODOP_6

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Adab Mencari Ilmu

Oleh: Fattah Alfarhy Menuntut ilmu harus ditunjukkan dengan sikap semangat dan sungguh-sungguh dalam belajar. Waktu tidak boleh terbuang sia-sia tanpa mendatangkan manfaat. Membaca dan memahami suatu materi pelajaran yang sudah atau belum dijelaskan guru, merupakan suatu kewajiban bagi setiap pelajar. Kalau menemukan kesulitan pada suatu persoalan, bertanya dan diskusi bersama teman merupakan suatu hal yang perlu dilakukan. Sehingga, tidak mudah beralih pada persoalan lain sebelum satu persoalan selesai dan dipahami dengan baik.  Adakalanya, tempat duduk yang telah ditentukan oleh seorang guru harus dipenuhi sebagai perintah yang tidak boleh dilanggar. Namun, apabila ada seorang teman yang menempati tempat tersebut, tidak perlu berkelahi atau saling memaksakan melainkan hal yang penting dilakukan ialah melaporkan ke guru yang semula menentukan tempat duduk tersebut.  Pada waktu pelajaran telah dimulai, segera bergegas tinggalkan obrolan bersama teman sekelas untu...

Adab Belajar, Mengkaji Ulang dan Berdiskusi

Oleh: Fattah Alfarhy Jika menginginkan hasil yang lebih baik dalam memahami suatu pelajaran, jangan sendirian ketika belajar. Barangkali dengan belajar bersama teman akan lebih mudah untuk bertukar pendapat dan bisa saling membantu dalam hal tersebut. Walaupun telah memahami suatu pelajaran, tidak sepatutnya meninggalkan buku pelajaran begitu saja. Sudah seharusnya tetap belajar dan berdiskusi dengan teman ialah lebih baik seakan-akan masih belajar di hadapan guru sebenarnya. Ketika belajar harus berlaku sopan terhadap siapa saja, sekalipun di hadapan teman sendiri. Tidak semestinya menunjukkan kepandaian apapun di hadapan teman dengan melecehkannya yang lebih lambat dalam memahami suatu pelajaran. Tidak perlu berdebat kusir yang berkepanjangan pada suatu hal yang jelas salahnya, dan jangan sampai membawa ilmu kepada jalan yang batil. Karena, ilmu itu amanah dari Allah Swt. yang harus dibawa dengan sebaik-baiknya dengan tidak menyia-nyiakannya. Sehingga, mengkaji ulang merupa...

Guru Ngaji

Oleh: Fattah Alfarhy Teringat di masa kecil, saat waktu menjelang Magrib. Lima belas menit lagi adzan akan berkumandang. Tampak dari kejauhan anak-anak berbaris dengan rapinya membawa kitab Turutan dalam dekapannya. Mereka berjalan penuh suka cita. Sesampainya di Musholla, mereka bergegas membantu teman-teman lainnya yang sedari tadi gotong royong mengisi bak tempat air wudlu. Tampak sudah cukup untuk dipakai wudlu para jama'ah shalat Magrib dan Isya', mereka pun menghentikan aktifitasnya. Satu dari mereka segera meraih mikrofon lusuh yang sudah penuh bisikan saat bersuara. Adzan pun berkumandang olehnya. Merdunya suara anak kecil itu. Para jama'ah pun bertanya-tanya, "Anak siapa itu? Alangkah indahnya, lantunan adzan yang dibawakannya." Semua bergegas memenuhi barisan shaf terdepan selepas berwudlu. Sembari menunggu imam, mereka bersama-sama melantunkan lagu-lagu Islami yang penuh makna. Orang menyebutnya sebagai "puji-pujian" yang bermuatan seruan-se...