Langsung ke konten utama

Tinggalkan Keraguan

Oleh: Fattah Alfarhy
Sumber: Google.com
"Musuh terbesar manusia adalah keraguan dan ketakutan yang bersemayam di dalam dirinya ,"(William Wrigley).
Ternyata manusia punya musuh abadi. Dia tidak nampak dan selalu ada di sepanjang waktu. Setiap hari mungkin dengan mudah akan dirasakan. Memang dia takkan pernah hadir secara fisik di hadapan kita. Namun, dalam wujudnya yang abstrak saja seringkali merepotkan perasaan kita sendiri. Bahkan, di saat kita sudah benar-benar berniat dengan penuh kesungguhan. Dan Anda tahu, dia adalah perasaan ragu dan takut yang selalu menjadi musuh dalam diri sendiri.

Keraguan selalu datang pada saat kita akan memulai suatu pekerjaan. Niat kita yang sudah kuat bahkan dihancurkan seketika olehnya. Asalnya sudah yakin dengan kesungguhan niat yang ada. Tiba-tiba di akhirnya, keraguan merenggut kepastian langkah yang akan kita kerjakan. Inilah satu kelemahan manusia yang belum sempat melakukan pekerjaannya. Biasanya, ini akan terjadi pada orang-orang yang suka menunda pekerjaan.

Tidak cukup sampai pada keraguan saja. Barangkali, di hari pertama keraguan itu akan menggelayuti. Pada hari berikutnya keraguan itu datang tanpa permisi. Dan pada kesempatan selanjutnya menjadi lebih parah. Karena, keraguan yang berulang itu berubah menjadi rasa takut. Awalnya ragu mencoba suatu pekerjaan. Misalnya, menulis sebagai contoh.

Setiap orang jika disuruh menulis, pasti bilang ingin dan ditanya kedua, ketiga jawabannya masih sama. Hari berikutnya, kesempatan untuk mencoba menulis masih sama dengan penuh semangat. Tapi, setelah sampai di tengah-tengah dengan sekejap muncul makhluk yang bernama keraguan. Sehingga, dalam benak sempat bertanya, “Dapatkah selesai tulisan ini?” Begitu terus dan berulang-ulang. Satu dua kali tidak mengapa. Ketika sudah tiga kali dan seterusnya, maka sudah tiada ampun lagi untuk mewujudkan keinginan menulisnya. Walaupun seseorang itu semangat di awal, kalau tiada niat yang kuat dibarengi dengan komitmen pasti akan menyerah juga.

Dan pada akhirnya, orang tersebut akan terbiasa suka menyerah. Kemudian berulang dan menjadi pengecut. Situasi itu akan diperparah dengan rasa takut yang sulit ditemukan obatnya. Karena, takut menjadi puncak seseorang tidak akan melakukan apa-apa. Dalam benaknya hanya berpikir ingin mundur dan menyerah. Oleh karena itu, sebagai muslim dalam menyikapi hal yang baru atau semisal ingin melakukan sesuatu tanamkan dalam-dalam penuh keyakinan dalam hati masing-masing. Dan ingat pesan Rasulullah Saw.: “Tinggalkanlah keraguan kepada sesuatu yang tidak meragukan.” Al-Hadis.

Yogyakarta, 01 Oktober 2018

#KomunitasODOP
#ODOP_6

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Adab Mencari Ilmu

Oleh: Fattah Alfarhy Menuntut ilmu harus ditunjukkan dengan sikap semangat dan sungguh-sungguh dalam belajar. Waktu tidak boleh terbuang sia-sia tanpa mendatangkan manfaat. Membaca dan memahami suatu materi pelajaran yang sudah atau belum dijelaskan guru, merupakan suatu kewajiban bagi setiap pelajar. Kalau menemukan kesulitan pada suatu persoalan, bertanya dan diskusi bersama teman merupakan suatu hal yang perlu dilakukan. Sehingga, tidak mudah beralih pada persoalan lain sebelum satu persoalan selesai dan dipahami dengan baik.  Adakalanya, tempat duduk yang telah ditentukan oleh seorang guru harus dipenuhi sebagai perintah yang tidak boleh dilanggar. Namun, apabila ada seorang teman yang menempati tempat tersebut, tidak perlu berkelahi atau saling memaksakan melainkan hal yang penting dilakukan ialah melaporkan ke guru yang semula menentukan tempat duduk tersebut.  Pada waktu pelajaran telah dimulai, segera bergegas tinggalkan obrolan bersama teman sekelas untu...

Adab Belajar, Mengkaji Ulang dan Berdiskusi

Oleh: Fattah Alfarhy Jika menginginkan hasil yang lebih baik dalam memahami suatu pelajaran, jangan sendirian ketika belajar. Barangkali dengan belajar bersama teman akan lebih mudah untuk bertukar pendapat dan bisa saling membantu dalam hal tersebut. Walaupun telah memahami suatu pelajaran, tidak sepatutnya meninggalkan buku pelajaran begitu saja. Sudah seharusnya tetap belajar dan berdiskusi dengan teman ialah lebih baik seakan-akan masih belajar di hadapan guru sebenarnya. Ketika belajar harus berlaku sopan terhadap siapa saja, sekalipun di hadapan teman sendiri. Tidak semestinya menunjukkan kepandaian apapun di hadapan teman dengan melecehkannya yang lebih lambat dalam memahami suatu pelajaran. Tidak perlu berdebat kusir yang berkepanjangan pada suatu hal yang jelas salahnya, dan jangan sampai membawa ilmu kepada jalan yang batil. Karena, ilmu itu amanah dari Allah Swt. yang harus dibawa dengan sebaik-baiknya dengan tidak menyia-nyiakannya. Sehingga, mengkaji ulang merupa...

Guru Ngaji

Oleh: Fattah Alfarhy Teringat di masa kecil, saat waktu menjelang Magrib. Lima belas menit lagi adzan akan berkumandang. Tampak dari kejauhan anak-anak berbaris dengan rapinya membawa kitab Turutan dalam dekapannya. Mereka berjalan penuh suka cita. Sesampainya di Musholla, mereka bergegas membantu teman-teman lainnya yang sedari tadi gotong royong mengisi bak tempat air wudlu. Tampak sudah cukup untuk dipakai wudlu para jama'ah shalat Magrib dan Isya', mereka pun menghentikan aktifitasnya. Satu dari mereka segera meraih mikrofon lusuh yang sudah penuh bisikan saat bersuara. Adzan pun berkumandang olehnya. Merdunya suara anak kecil itu. Para jama'ah pun bertanya-tanya, "Anak siapa itu? Alangkah indahnya, lantunan adzan yang dibawakannya." Semua bergegas memenuhi barisan shaf terdepan selepas berwudlu. Sembari menunggu imam, mereka bersama-sama melantunkan lagu-lagu Islami yang penuh makna. Orang menyebutnya sebagai "puji-pujian" yang bermuatan seruan-se...