Oleh: Fattah Alfarhy
Rasanya hidup dari dulu begitu-begitu saja. Terasa datar. Seakan tidak ada
semangat untuk bergerak dan berkembang lebih dinamis. Inginnya ini lebih dari
sekedar biasanya. Untuk yang lain ada yang masih tertinggal. Gara-gara lebih
fokus pada satu titik, di titik lainnya terlupakan. Cita-cita sudah tertanam
dan terencana. Tapi, sayangnya tak kunjung masuk ke dalam list to do. Pada
akhirnya, semua hanya berjalan dan berlalu meninggalkan waktu.
Setiap orang ingin bahagia. Bukan sekedar kebahagiaan semu, yang terkadang
datang dan lebih sering pergi begitu saja. Akan tetapi, dia kebahagiaan yang
diinginkan adalah rasa tentram dan kedamaian di kehidupannya. Tidak kurang dan
tidak lebih ukuran kebahagiaan yang diharapkannya. Ketika melihat kelebihan
orang lain, dia menerima karena bukan bagiannya. Ketika melihat kekurangan
sendiri, dia sadar harus lebih giat lagi untuk mengembangkan diri.
Satu hal yang seringkali dipikirkan untuk menjangkau hidup lebih baik
adalah meraih mimpi. Dianggapnya setelah cita-cita terkabulkan semua akan lebih
dinamis dalam kehidupannya. Setidaknya langkah untuk mencapai hidup lebih baik
tampak jelas daripada sebelumnya. namun, ternyata tidak semudah yang dikira.
Ketika ingin mendapatkan capaian lebih baik hanya mengandalkan cita-cita, itu
mustahil. Karena, berangan-angan tanpa bertindak itu bagai mimpi di siang
bolong. Sedangkan melatih diri untuk fokus pada satu titik saja masih susah dan
terhalang oleh egoisme dalam diri.
Oleh karena itu, cita-cita tidak boleh sekedar menjadi satu tujuan saja.
Titik fokus kehidupan harus tertanam padanya sebagai garis jalan kehidupan.
Untuk mencapai kebahagiaannya tidak perlu menjangkau semua yang diinginkan.
Karena, sejatinya semua keinginan itu tidak harus diperlukan dan dibutuhkan
untuk meraih kebahagiaan. Kalau hanya berangan-angan dan ingin ini juga itu,
pada akhirnya lelah berpikir. Maka, untuk mengatasinya harus ada prinsip
kesederhanaan. Sederhana bukan sekedar menggaung semata. Namun, seseorang
bersikap sederhana dalam menjalani kehidupannya.
Di lapangan tidak saja merasa cukup, justru di dalam hatinya merasa lebih
dari sekedar cukup dengan apa yang dimilikinya. Walaupun cita-cita itu tinggi
sekali, dia sadar tidak seharusnya memaksa diri di luar batas kemampuan. Ketika
tidak mampu menggapainya, bukan berarti tidak sanggup menjalani prosesnya. Jika
tidak dapat terkabul sesuai yang dicita-citakan bukan tidak mungkin separuh
dari usahanya akan menghasilkan sesuatu lain yang lebih dibutuhkan. Dan pada
akhirnya, sederhana itu bahagia. Menjalani kehidupan serba apa adanya, bukan
ingin serba ada semuanya. Ketika hidup sudah menjadi ringkas dalam kata
sederhana, maka kebahagiaan pertama akan didapatkan sebagai wujud kata menerima
atas segala pemberian dan merasa cukup dengan yang dimiliki sekarang.
Yogyakarta, 18 Oktober 2018
#KomunitasODOP
#ODOP_6
Komentar
Posting Komentar