Oleh: Fattah Alfarhy
Bahagia itu sederhana. Kebahagiaan setiap orang tentu berbeda satu sama
lainnya. Ada yang mematok kebahagiaan itu harus memiliki segala yang dimaunya.
Di sisi lain, ada yang merasa bahagia karena kehidupannya sudah lebih dari
cukup. Bukan karena materi atau harta yang melimpah, melainkan kesempatan untuk
menjalani kehidupan itu sudah membahagiakan. Akan tetapi, ada juga yang sangat
mendambakan kelimpahan dalam harta dan materi. Jika terasa kurang, dia mencari.
Sedangkan kalau sudah melimpah, dia akan terus ingin nambah dan bertambah
pundi-pundi hartanya untuk menuruti nafsunya. Padahal, sejatinya kebahagiaan
itu cukup pada yang menjadi milik sendiri dan kesempatan untuk beribadah.
Seseorang yang mampu menjalani kehidupan berdasarkan pilihan hidupnya, ia
akan merasa cukup dengan anugerah yang didapatkannya. Apa yang dia miliki dan
pekerjaan yang sempat dilakukan sudah cukup untuk meraih kebahagiaan itu.
Sebaliknya, orang-orang yang tidak pernah merasa cukup adalah mereka yang
selalu mendambakan kemewahan tanpa sebanding dengan langkah hidup yang
dijalaninya. Terkadang malas bekerja, tetap ingin kesuksesan. Terkadang tidak
melakukan apa-apa, ingin mendapat imbalan. Orang-orang semacam ini ibarat ingin
menggapai bulan tapi tidak akan pernah sampai dengan tangannya.
Usaha tidak akan mengkhianati hasil. Setiap orang akan berhasil menurut
kadar kesulitannya. Siapa yang mau berusaha, akan memperoleh apa yang
dicita-citakanya. Ketika kesempatan telah digelar begitu luas, sudah seharusnya
untuk bergerak menggapai keinginan yang sempat terlintas di pikiran. Dengan
bekal seadanya, sederhana dalam penampilan, bersahaja dalam perbuatan selalu
semangat berusaha mendapatkan apa yang diimpikan. Dan akhirnya berhasil sesuai
kadar usaha yang dilakukan.
Keberhasilan itu merupakan buah dari usaha yang sudah sekian pernah
dilakukan. Karena itu telah diusahakan, hasilnya bisa saja tidak sesuai
harapan. Karena itu semua adalah kehendak Tuhan, lebih baik menerima segala
hasil yang ada. Sederhana dalam sikap untuk menerima segala yang ada. Menerima
apa adanya justru lebih baik daripada memikirkan sesuatu yang bukan milik
sendiri dan tidak mungkin terjadi. Sehingga, hidup dalam kecukupan dan
kesederhanaan merupakan sumber kebahagiaan sejati. Karena, memiliki sesuatu
secara fisik harus seimbang dengan rasa penerimaan dalam diri sebagai
penyeimbang rasa bahagia dalam sederhana.
Yoyakarta, 19 Oktober 2018
#KomunitasODOP
#ODOP_6
Komentar
Posting Komentar